17 Mei 2023
JAKARTA – Ekspor Indonesia turun pada bulan lalu, namun negara ini tetap mempertahankan surplus perdagangannya karena impor semakin turun karena lemahnya perekonomian global yang berdampak pada nilai tukar barang dan jasa.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada hari Senin bahwa ekspor Indonesia melebihi impor sebesar US$3,94 miliar pada bulan April, sehingga menciptakan surplus perdagangan selama 36 bulan.
“Surplus nilai perdagangan pada bulan April 2023 lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya karena penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor,” kata pejabat BPS Imam Machdi seraya menambahkan bahwa ekspor naik 29,4 persen. yoy ) sedangkan impor turun 22,32 persen yy.
Perlambatan terbaru dalam perdagangan melanjutkan tren penurunan yang terlihat sejak bulan Februari.
Indonesia mencatat ekspor sebesar $19,29 miliar pada bulan April, turun 17,62 persen dari bulan Maret, sementara impor turun 25,45 persen pada bulan tersebut menjadi $15,35 miliar.
Imam mengatakan harga komoditas ekspor utama seperti minyak sawit, batu bara, dan nikel naik secara bulanan tetapi lebih rendah secara tahun ini, yang dapat menandai berakhirnya rejeki nomplok komoditas yang dinikmati Indonesia selama tahun 2022.
Penurunan ekspor batu bara dan sawit, lanjutnya, disebabkan oleh menurunnya volume, sedangkan penurunan ekspor besi dan baja disebabkan oleh rendahnya harga komoditas tersebut di dunia.
“Kebijakan nol emisi Tiongkok telah mempengaruhi permintaan batu bara di Tiongkok dan dengan demikian mempengaruhi ekspor batu bara (Indonesia),” kata Imam setelah menjelaskan bahwa kaskade perdagangan ini disebabkan oleh “perlambatan ekonomi Tiongkok”.
Indeks manajer pembelian (PMI) Tiongkok, yang secara rutin disurvei oleh S&P Global untuk mengukur kepercayaan bisnis, melemah untuk pertama kalinya dalam tiga bulan ketika turun menjadi 49,5 pada bulan April dari 50 pada bulan Maret.
Hal ini terjadi setelah Tiongkok mencatat pertumbuhan PDB sebesar 4,5 persen tahun-ke-tahun pada kuartal pertama tahun 2023.
Baca juga: Permintaan dalam negeri yang kuat menopang sektor manufaktur RI
Negara adidaya ekonomi ini telah lama menjadi mitra dagang terbesar Indonesia. Kedua negara memperdagangkan barang senilai $8,8 miliar pada bulan April, dengan surplus yang signifikan namun menyusut bagi Indonesia.
Sementara itu, India dengan cepat menjadi mitra dagang penting bagi india dan hampir menggeser Amerika Serikat sebagai tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia. Perdagangan bilateral mencapai hampir $2 miliar pada bulan April, dan sisanya sangat menguntungkan Indonesia.
Imam mencatat bahwa penurunan perdagangan Indonesia bulan lalu sebagian disebabkan oleh volatilitas musiman karena impor dan ekspor meningkat tajam pada bulan Maret menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, sehingga menyebabkan penurunan pada bulan berikutnya.
Apalagi, libur lebih dari seminggu menjelang Idul Fitri tentunya berdampak pada aktivitas perdagangan, kata Imam.
Senada dengan itu, Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata, mengatakan penurunan ekspor dan impor Indonesia setiap bulannya disebabkan oleh berkurangnya hari kerja saat musim libur utama Islam.
Hal ini bersifat sementara, “menyiratkan bahwa volume perdagangan kemungkinan akan kembali normal”, kata Josua, Senin.
Sementara itu, seiring dengan moderasi harga komoditas, kami perkirakan surplus perdagangan setahun penuh tahun 2023 akan lebih rendah dibandingkan tahun 2022. Jadi surplus transaksi berjalan setahun penuh juga akan lebih rendah dibandingkan tahun 2022, imbuhnya.
Ia mencatat bahwa perlambatan ekonomi yang berkelanjutan dari Tiongkok dan Amerika akan berdampak buruk pada kinerja ekspor Indonesia dan kemungkinan besar akan menurunkan surplus perdagangan, sehingga dapat menyebabkan rendahnya pertumbuhan PDB tahun ini.
Baca juga: PDB melampaui perkiraan karena pertumbuhan tetap berada di atas 5 persen
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan ekspor diperkirakan akan terus menurun di masa depan karena normalisasi harga komoditas, didorong oleh penurunan permintaan global di tengah tingginya inflasi dan berlanjutnya kenaikan suku bunga kebijakan.
“Kami masih memperkirakan surplus perdagangan cenderung semakin menyempit, khususnya pada paruh kedua tahun 2023,” ujarnya, Senin.
Namun, Faisal menambahkan bahwa “surplus perdagangan bisa bertahan lebih lama dari perkiraan” karena penurunan harga komoditas akan lebih bertahap dari perkiraan sebelumnya berkat pembukaan kembali ekonomi Tiongkok dan pengurangan produksi minyak OPEC+.
Peningkatan neraca perdagangan Indonesia pada bulan April merupakan kejutan bagi sebagian orang, dimana Moody’s Analytics yang berbasis di AS sebelumnya memperkirakan adanya penurunan.