2 Februari 2023
JAKARTA – Pemerintah sedang mencari cara untuk membawa pulang industri film internasional, menyusul serangkaian film yang mengambil adegan di Indonesia di tempat lain dibandingkan langsung di dalam negeri.
Kurangnya insentif dan peraturan yang rumit dikatakan menjadi hambatan paling besar bagi rumah produksi asing untuk melakukan syuting beberapa adegan mereka di Indonesia, menurut pejabat pemerintah dan pembuat film lokal.
Baru-baru ini, The Last of Us, sebuah adaptasi live-action dari video game populer yang diproduksi oleh situs syuting HBO yang tayang pada bulan Januari, menampilkan Jakarta dalam salah satu episodenya, meskipun adegan tersebut diambil jauh di Kanada, menurut The Last of Us. pemerintah.
Odo RM Manuhutu, Wakil Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mengakui adanya birokrasi yang menghalangi pembuatan film tersebut di Indonesia, yang menurutnya merupakan hilangnya peluang bagi industri film dan kreatif lokal. industri. .
Salah satu penyebabnya adalah lamanya proses mendapatkan izin (untuk syuting adegan di Indonesia), kata Odo kepada penonton di Jakarta, Senin.
Serial TV ini bukanlah yang pertama yang mengambil adegan Indonesia di tempat lain. Ticket to Paradise, sebuah film komedi romantis yang dirilis tahun lalu, juga menampilkan adegan di Bali, namun pengambilan gambarnya dilakukan di Australia, sedangkan Gold, film tahun 2016 yang berdasarkan skandal penambangan emas sebelumnya, menampilkan adegan di Kalimantan, namun pengambilan gambarnya dilakukan pada tahun 2016. Thailand.
Syuting di Indonesia merupakan proses yang menantang tidak hanya bagi produser asing tetapi juga produser lokal.
Willawati, produser dan pendiri rumah produksi Indonesia Kaninga Pictures, mengatakan dia harus memulai proses yang panjang dan tidak efisien, termasuk tindak lanjut manual untuk memastikan setiap izin diproses oleh lembaga pemerintah.
Proses tersebut juga mengharuskan para pembuat film melalui dua instansi pemerintah terpisah untuk mendapatkan surat pemberitahuan produksi film (TPPF), yaitu Kementerian Investasi dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, ujarnya.
Selain itu, setiap daerah di Indonesia memiliki kebijakan dan izin masing-masing yang harus dipatuhi oleh para pembuat film, katanya, yang seringkali berbeda dengan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
“Yang kita butuhkan adalah tim respon cepat seperti yang dimiliki lembaga pemerintah lainnya,” kata Williawati, Senin.
Aktor dan sutradara Indonesia Paul Agusta mengatakan tidak mudah mendapatkan lokasi syuting. Selain berurusan dengan polisi dan pemerintah daerah, sineas juga kerap menghadapi kendala berupa preman lokal yang banyak menuntut pungutan dari rumah produksi.
“Ini cenderung menjadi masalah bagi tim asing. Seringkali kita melihat banyak pengeluaran yang tidak terduga,” kata Paul, Senin.
Indonesia, seperti negara-negara lain, dapat mewajibkan pembuat film asing untuk mencari kru produksi lokal, yang pada gilirannya membantu meningkatkan industri film lokal, namun kualitas kru produksi yang semakin berkurang dan di bawah standar menghalangi hal tersebut terjadi, tambahnya.
“Jika kita melihat rata-rata sekolah film di Indonesia, siswanya cenderung tertarik pada penyutradaraan. Sekarang kita tidak punya cukup tenaga terampil untuk kru produksi,” kata Paul, seraya menambahkan bahwa pemerintah juga perlu mengembangkan industri film dalam negeri untuk memenuhi potensi tersebut.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandigaga Uno, mengatakan pada hari Senin bahwa pemerintah bekerja sama dengan berbagai pemerintah daerah untuk mendigitalkan dan menyederhanakan proses mendapatkan izin dan dia berjanji bahwa industri film lokal dan internasional dapat mengharapkan perubahan ini segera terlihat.
“Kami memperkirakan dalam tiga bulan ke depan kami bisa menyelesaikan (prosedur izin syuting), dan jika kami membutuhkan undang-undang yang menyeluruh seperti perintah presiden atau pemerintah, kami akan segera melakukannya untuk menghindari kebingungan kepada siapa harus meminta izin,” kata Sandiaga kepada wartawan saat konferensi pers kementerian.
Keringanan pajak dan insentif non-fiskal lainnya disebut-sebut menjadi bagian dari solusi yang disiapkan, kata Sandiaga seraya menambahkan bahwa ia juga telah mengusulkan agar pemerintah mengganti hingga 50 persen biaya produksi industri film, meski hal ini masih perlu dibicarakan. dengan orang lain. kementerian.
Edwin Nazir, Ketua Umum Persatuan Produser Film Indonesia, menyarankan agar pemerintah membentuk komisi film yang akan terlibat dalam penanganan dan pengelolaan kru produksi di lokasi.
Selain mempermudah proses pembuatan film, komisi film juga akan mendorong datangnya rumah-rumah produksi karena mereka juga banyak membantu pada tahap pra-produksi, ujarnya.
“Bantuan transportasi, akomodasi, pencarian lokasi produksi. Misalnya, komisi film di Korea Selatan punya itu,” kata Edwin, Senin.