19 Mei 2023
JAKARTA – Luasnya wilayah maritim Indonesia harus berperan lebih besar dalam meningkatkan perekonomian negara, kata sebuah lembaga pemerintah yang bertugas menyusun rencana jangka panjang pembangunan nasional.
Dalam konferensi pers Konferensi Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta pada hari Selasa, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyoroti apa yang disebut ekonomi biru sebagai fokus baru dalam “upaya pemerintah untuk mentransformasi perekonomian.”
Hal ini dapat “menghidupkan kembali kawasan (ASEAN)”, kata Wakil Menteri Perekonomian Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti, “sehingga ketika kita membangun pasar di kawasan, kita tidak hanya memiliki perekonomian yang tinggi, tetapi juga inklusif dan berkelanjutan yang tidak menghasilkan pertumbuhan. . “
Ia menambahkan, Indonesia akan merilis peta jalan ekonomi biru pada bulan Juli.
Istilah ekonomi biru secara luas mengacu pada kegiatan yang mencakup wilayah maritim dan pesisir serta sumber daya kelautan, seperti perikanan dan budi daya perairan, wisata pesisir, penambangan dasar laut, pembangkitan energi terbarukan seperti tenaga gelombang dan tenaga pasang surut serta pelayaran kargo dan angkutan penumpang. .
Pengumuman Bappenas tersebut terkait dengan peluncuran Kerangka Ekonomi Biru ASEAN pada KTT ASEAN ke-42 yang digelar di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pekan lalu.
“Di bawah kepemimpinan Indonesia di ASEAN, Bappenas menetapkan inisiatif untuk mengembangkan ekonomi biru menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di kawasan ASEAN,” kata Amalia.
Kerangka Ekonomi Biru ASEAN merupakan salah satu prioritas ekonomi dalam KTT para pemimpin dan akan dikembangkan oleh Bappenas dengan dukungan dari Lembaga Penelitian Ekonomi untuk ASEAN dan Asia Timur (ERIA), yang berkantor pusat di Jakarta.
Kerangka kerja ini bertujuan untuk menentukan tujuan dan prioritas dalam mendorong ekonomi biru di kawasan ini untuk memanfaatkan potensi ekonomi sumber daya air yang belum dimanfaatkan.
Hal ini menyusul deklarasi para pemimpin ASEAN tentang ekonomi biru yang diadopsi pada KTT ASEAN ke-38 pada tahun 2021.
Baca juga: Menjadi ‘tempat terang’ saja tidak cukup
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan menyoroti potensi industri rumput laut dan perikanan Indonesia.
Industri rumput laut memiliki potensi yang besar, sehingga bisa menjadi substitusi bahan baku minyak dan plastik, kata Menkeu dalam siaran pers yang dipublikasikan pada Selasa.
Dalam pertemuan dengan Wakil Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Korea Selatan (MoTIE) Jang Young Jin pada 9 Mei, Luhut mengajak Korea untuk bekerja sama dalam pengembangan industri rumput laut dan perikanan serta resor untuk lansia.
“Sebagai negara yang kaya akan sumber daya maritim, kami sangat berharap Korea dapat menyediakan pasar bagi produk perikanan dari Indonesia,” kata Luhut, seraya menunjuk Kepulauan Natuna yang terpencil di Kepulauan Riau untuk proyek tersebut.
“Saya sebelumnya berbicara dengan wakil menteri MoTIE Korea. Kita ngomong konkrit, saya usulkan (agar Korea berinvestasi di Natuna). Mari kita bangun industri rumput laut, lalu perikanan,” ujarnya seperti dikutip kantor berita Antara.
Baca juga: Jokowi Tunjuk Luhut Ketua Satgas Investasi Nusantara
Amalia mencatat potensi pembangunan ekonomi melalui ekonomi biru “untuk membantu masyarakat keluar dari perangkap pendapatan menengah”.
Selain ekonomi biru, Bappenas juga berupaya melakukan industrialisasi lebih lanjut, khususnya pengolahan sumber daya alam, untuk mencapai target pertumbuhan PDB pada tahun 2024 pada kisaran 5,3 hingga 5,7 persen.
“Kami mendorong industri hilir untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat,” kata Amalia.
Achmad Baidowi, dosen teknik kelautan Institut Teknologi 10 November (ITS), mengemukakan potensi besar energi biru yang dimiliki Indonesia untuk mendukung perikanan dan aktivitas masyarakat pesisir lainnya.
Ia secara khusus mencatat bahwa energi matahari, gelombang, dan angin dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik lokal. Jika digabungkan, sumber-sumber energi ramah lingkungan ini dapat membantu mengatasi kekurangan energi di berbagai wilayah tanpa mengorbankan kebijakan iklim Indonesia.
“Kalau tidak ada energi, perekonomian akan terpuruk,” kata Achmad Jakarta Pos di hari Rabu.
Namun, “kebijakan yang tumpang tindih” pada energi jaringan telah menimbulkan pertanyaan tentang tujuan pemerintah untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060, katanya.
“(Apa) kebijakan penyambungan listrik mandiri? Apakah PLN (Perusahaan Listrik Negara) oke dengan itu?”
Dosen Sosial Ekonomi Suhana di Universitas Teknologi Muhammadiyah (UTM) Jakarta juga menyatakan keprihatinannya terhadap peraturan yang ada, dengan mengatakan bahwa beberapa peraturan dapat menghambat perkembangan industri perikanan.
Salah satu aturan tersebut adalah Peraturan Pemerintah No. 11/2023 tentang penangkapan ikan terukur, yang menurutnya tidak mendukung perikanan darat.
Suhana menambahkan, menurunnya pertumbuhan sektor perikanan antara lain disebabkan oleh kebijakan-kebijakan selama lima tahun terakhir yang gagal mendorong stabilitas.
“Pada triwulan I tahun 2023, pertumbuhan ekonomi perikanan hanya sebesar 0,03 persen (year-on-year), dan dibandingkan triwulan IV tahun 2022, pertumbuhan ekonomi perikanan menyusut sebesar 13,25 persen,” kata juru bicara tersebut. Pos di hari Rabu.
Baik Achmad maupun Suhana sepakat bahwa pemerintah perlu mengatasi tumpang tindih peraturan, menyelaraskan implementasi kebijakan dengan realitas sehari-hari masyarakat pesisir, dan menyelesaikan kendala dalam teknologi dan transportasi.
Catatan Redaksi: Cerita ini telah dikoreksi sehingga menunjukkan bahwa Suhana adalah dosen Universitas Teknologi Muhammadiyah (UTM)..