13 Februari 2023
JAKARTA – UU No. 4/2023 tentang Pembangunan dan Penguatan Sektor Keuangan merupakan tonggak penting bagi dunia usaha di sektor jasa keuangan dan pemajuan teknologi informasi di Indonesia, khususnya melalui pengenalan smart contract sebagai salah satu bentuk kontrak elektronik.
Meskipun beberapa negara telah menetapkan kerangka kerja untuk mengatur kontrak pintar, penegakannya bisa berbeda-beda, menjadikannya bidang yang kompleks dan terus berkembang. Penerapan kontrak pintar di Indonesia harus direncanakan dan dilaksanakan dengan hati-hati agar sesuai dengan peraturan saat ini dan memastikan perlindungan konsumen.
Kontrak pintar berbeda dari kontrak tradisional karena kontrak tersebut belum tentu merupakan perjanjian antar individu atau organisasi. Sebaliknya, kontrak pintar mengacu pada program komputer yang berjalan di blockchain dan dijalankan secara otomatis ketika kondisi tertentu terpenuhi.
Ethereum, jaringan blockchain yang diadopsi secara luas, menyediakan kerangka kerja untuk pengembangan dan implementasi kontrak pintar. Menurut Ethereum.org, kontrak pintar adalah kumpulan kode (fungsinya) dan data (statusnya) yang berada di alamat tertentu di blockchain. Selain itu, kontrak pintar dapat menentukan aturan, seperti kontrak reguler, dan secara otomatis menerapkannya melalui kode.
Teknologi ini memungkinkan individu atau bisnis untuk melakukan transaksi dengan memasukkan ketentuan perjanjian mereka langsung ke dalam kode, menghilangkan kebutuhan akan perantara dan menjadikan prosesnya transparan, tidak dapat diubah, dan aman. Kode etik, bukan interpretasi manusia, yang menentukan hasil perjanjian, memastikan bahwa perjanjian dilaksanakan persis seperti yang ditentukan.
Undang-undang mengatur penggunaan kontrak pintar dalam transaksi pasar modal, pasar uang, dan pasar mata uang, termasuk derivatif, selama perjanjian terkait masih dipertahankan. Kontrak pintar harus didasarkan pada perjanjian ini, yang setidaknya memuat syarat dan ketentuan untuk mengotomatisasi pelaksanaan hak dan kewajiban.
Jadi smart contract tidak bisa berfungsi sendiri, namun harus didukung dengan kesepakatan bahasa alami agar hak dan kewajiban dapat terlaksana dengan baik melalui bahasa atau kode pemrograman yang ada di smart contract.
Hal ini menunjukkan bahwa undang-undang tersebut mengharuskan pembuatan kontrak hibrida yang menggabungkan unsur-unsur kontrak tradisional dan kontrak pintar. Kontrak hibrid dapat memanfaatkan kekuatan kedua jenis kontrak, memberikan keamanan dan kemampuan eksekusi otomatis dari kontrak pintar, sekaligus memungkinkan kemampuan beradaptasi dan penyesuaian kontrak tradisional. Desain dan spesifikasi kontrak hibrida akan bergantung pada persyaratan dan tujuan spesifik pihak-pihak yang terlibat.
Lebih lanjut dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa pengaturan mengenai smart contract akan mengacu pada pedoman lebih lanjut yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan mengenai informasi dan transaksi elektronik.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik menguraikan pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik. Peraturan ini menyatakan bahwa kontrak elektronik harus mencantumkan identitas para pihak, tujuan dan spesifikasi transaksi, harga dan biaya terkait. Selain itu, harus mencakup prosedur pembatalan, perbaikan cacat dan hukum yang berlaku.
Namun, menggabungkan semua elemen ini ke dalam kontrak pintar menghadirkan tantangan bagi bisnis.
Kompleksitas kontrak semacam ini kemungkinan besar akan memerlukan upaya yang lebih besar dan biaya pembuatan yang lebih tinggi.
Peraturan OJK tentang perlindungan konsumen dan masyarakat umum di sektor keuangan juga memberikan pertimbangan penting dalam pengembangan kontrak pintar. Kepatuhan terhadap peraturan ini mengharuskan dunia usaha untuk memberikan informasi yang transparan, akurat dan mudah dipahami kepada konsumen mengenai produk dan layanan mereka. Untuk memenuhi kewajiban tersebut, seluruh materi tertulis harus disajikan dalam bahasa Indonesia dan ditulis sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh konsumen.
Meskipun penggunaan bahasa alami dalam kontrak campuran mungkin konsisten dengan mandat peraturan ini, peraturan tersebut juga mensyaratkan penggunaan simbol, skrip, huruf, diagram, dan tanda yang jelas dan dapat dibaca dalam dokumentasi kontrak.
Jika ada ketentuan apa pun dalam kontrak yang sulit dipahami konsumen, pelaku bisnis wajib memberikan penjelasan tambahan. Tanggung jawab tambahan ini mengharuskan bisnis untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya dan upaya untuk menjelaskan kode komputer rumit yang digunakan dalam kontrak pintar.
Peraturan lain yang perlu diperhatikan oleh perbankan adalah peraturan OJK tentang penyelenggaraan teknologi informasi oleh bank umum. Peraturan ini mewajibkan bank untuk menyelenggarakan sistem elektroniknya, termasuk pusat data dan pusat pemulihan bencana, di wilayah yurisdiksi Indonesia. Dalam kasus luar biasa, bank dapat meminta persetujuan OJK untuk menempatkan sistem ini di luar negeri.
Namun, klarifikasi lebih lanjut mungkin diperlukan jika peraturan ini mungkin berlaku atau tidak mencakup kontrak pintar, yang beroperasi pada jaringan terdesentralisasi dan bukan pada server terpusat. Pengertian kontrak pintar menurut undang-undang adalah kontrak elektronik yang ditentukan dalam bentuk digital dan dilaksanakan pada platform dengan menggunakan protokol komputer. Konsisten dengan definisi ini, Undang-undang ini mengakui bahwa kontrak pintar dijalankan pada platform tertentu, termasuk teknologi buku besar terdistribusi.
Oleh karena itu, untuk memenuhi persyaratan peraturan ini, bank mungkin perlu mempertimbangkan penggunaan pendekatan hibrida yang mencakup komponen dalam negeri dan luar negeri.
Komponen darat dari pendekatan ini mencakup pemeliharaan pusat data dan pusat pemulihan data dalam yurisdiksinya, memastikan kepatuhan terhadap peraturan penerapan informasi dan teknologi.
Komponen lepas pantai melibatkan penggunaan infrastruktur berbasis cloud untuk komponen spesifik dari tumpukan teknologi, seperti platform kontrak pintar.
Kombinasi komponen dalam negeri dan luar negeri ini memungkinkan bank untuk memanfaatkan manfaat kontrak pintar sekaligus memenuhi persyaratan peraturan.
Kemajuan teknologi dan penggunaan kontrak pintar berpotensi mengubah sektor jasa keuangan kita dengan meningkatkan efisiensi dan mengurangi kebutuhan akan perantara.
Namun, terdapat tantangan teknologi dan peraturan yang perlu diatasi sebelum kontrak pintar dapat diterapkan sepenuhnya.
Oleh karena itu, seluruh pemangku kepentingan terkait harus bekerja sama untuk menemukan keseimbangan antara kemajuan teknologi dan penerapan peraturan lebih lanjut agar dapat memanfaatkan peluang yang diberikan oleh undang-undang keuangan yang baru.