13 Oktober 2021

Hanya dalam satu tahun, karena pandemi global, dunia telah mengalami perubahan dramatis, ditandai dengan perubahan yang meluas dan sistematis dalam cara kita hidup dan bekerja.

Namun, ketika negara-negara di seluruh dunia berupaya mengendalikan virus ini, banyak yang mulai memikirkan kembali masa depan pascapandemi.

Untuk lebih memahami seperti apa dunia “pasca-pandemi” ini, khususnya dalam konteks kawasan ASEAN, salah satu ekonomi digital dengan perkembangan tercepat di dunia, kami melakukan survei terhadap 86.000 orang dari enam negara ASEAN.

Laporan Generasi Digital Asean ini merupakan edisi terbaru dari kolaborasi berkelanjutan antara Forum Ekonomi Dunia dan Sea, sebuah perusahaan internet konsumen global yang berbasis di Singapura, sejak tahun 2017.

Dengan mengkaji pengalaman kelompok ini selama pandemi dan prospek masa depan, kami menemukan 5 tren umum berikut yang akan menjadi kunci dalam mempersiapkan masa depan Asean.

1. Perjalanan panjang menuju Dunia Baru

Mencapai dunia pascapandemi bukanlah hal yang mudah. Hampir 70 persen responden memperkirakan pandemi ini akan terus berlanjut setelah tahun 2021, dengan 39 persen memperkirakan pandemi ini akan berlangsung selama 3 tahun atau lebih dan 13 persen percaya bahwa pandemi ini tidak akan pernah berakhir. Namun, ketika hal ini terjadi, hampir dua pertiganya berpikir bahwa kehidupan akan sangat berbeda dibandingkan masa sebelum pandemi.

Hal ini mungkin tidak mengherankan, mengingat dampak signifikan pandemi ini terhadap kehidupan mereka. Sekitar 60 persen masyarakat melaporkan penurunan pendapatan dan tabungan, dan lebih dari 40 persen mengatakan penurunan tersebut merupakan penurunan yang signifikan.

Selain dampak ekonominya, banyak responden, terutama perempuan, melaporkan penurunan kondisi kesehatan sosial, mental, dan fisik selama pandemi ini.

Terlepas dari tantangan-tantangan ini, banyak responden yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan keadaan, dan 27 persen di antaranya menciptakan bisnis baru selama pandemi.

Tren ini paling kuat terjadi pada sektor grosir dan eceran, dengan 50 persen di antaranya melakukan hal yang sama.

2. Masa depan dengan layanan kesehatan yang lebih baik, masyarakat yang lebih peduli, dan adopsi teknologi yang lebih baik

Harapan dan ketakutan generasi digital ASEAN jelas mencerminkan tantangan yang mereka hadapi selama pandemi, sebagaimana dibahas di atas.

Para responden membayangkan masa depan dengan kesehatan dan kebersihan yang lebih baik, masyarakat yang lebih peduli, dan penerimaan yang lebih besar terhadap teknologi digital, dan menyatakan bahwa hal-hal tersebut adalah hal-hal yang paling mungkin terjadi di dunia pascapandemi.

Secara khusus, para responden menilai kemungkinan terciptanya masyarakat yang lebih peduli sangat tinggi, hal ini mungkin mencerminkan bagaimana komunitas-komunitas yang berbeda telah terikat untuk saling mendukung selama masa-masa sulit ini.

Di sisi lain, mereka juga sangat khawatir terhadap krisis ekonomi di masa depan, pandemi di masa depan, dan peningkatan informasi yang salah, dan menjadikan hal-hal tersebut sebagai tiga kekhawatiran utama mereka setelah pandemi.

3. Digitalisasi sebagai pendorong pemulihan ekonomi

Salah satu temuan yang konsisten sepanjang survei adalah bagaimana responden percaya bahwa teknologi akan memainkan peran penting dalam mendukung penghidupan mereka serta perekonomian secara keseluruhan.
Hal ini terutama berlaku bagi mereka yang terkena dampak pandemi ini. Misalnya saja, 85 persen responden, khususnya perempuan dan pemilik UMKM, memandang digitalisasi sebagai hal yang penting bagi pemulihan ekonomi.

Kami juga menanyakan responden tentang penggunaan alat digital saat ini dan di masa depan dalam berbagai aspek kehidupan mereka (misalnya dalam pekerjaan, studi, keuangan, dan kehidupan pribadi).

Kami menemukan bahwa rata-rata, sekitar 43 persen hingga 66 persen responden ingin lebih mendigitalkan kehidupan mereka. Bagi pemilik UMKM, keinginannya pun lebih besar yaitu 51 persen hingga 76 persen.

Menariknya, kami juga menemukan bukti bahwa digitalisasi mendapat manfaat dari “efek roda gila”, yaitu semakin Anda terdigitalisasi, semakin besar kemungkinan Anda menginginkan digitalisasi lebih lanjut.

Secara khusus, 70 persen hingga 86 persen responden, yang sudah menjadi pengguna digital aktif, ingin meningkatkan tingkat digitalisasi mereka.

Ini adalah perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan 15 persen hingga 32 persen dari mereka yang merupakan pengguna kurang aktif.

Penjelasan potensial mengenai hal ini adalah semakin banyak orang menggunakan alat digital, manfaatnya akan semakin jelas, sehingga mendorong mereka untuk lebih sering menggunakannya.

Sebaliknya, mereka yang tidak berpartisipasi dalam perangkat digital mempunyai paparan yang lebih kecil terhadap manfaatnya sehingga kurang mendapat insentif untuk meningkatkan penggunaan perangkat digital.

4. Perlunya mengatasi hambatan adopsi digital.

Untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan ini, kami bertanya kepada responden tentang faktor-faktor yang menghalangi mereka melakukan digitalisasi lebih lanjut dan apa yang dapat dilakukan untuk mendorong digitalisasi dalam perekonomian.

Dalam kedua kasus tersebut, lebih dari separuh responden menyebutkan akses terhadap internet yang terjangkau dan berkualitas sebagai batasan terbesar mereka. Persoalan akses internet juga merupakan tema yang konsisten terlihat di sebagian besar negara, tidak hanya di tingkat regional.

Hambatan utama lainnya yang teridentifikasi adalah tingkat keterampilan digital mereka, termasuk kurangnya rasa percaya diri dan pemahaman tentang cara menggunakannya.

Hambatan ini sangat berat bagi pengguna digital yang relatif kurang aktif, yang masih dalam tahap awal adopsi teknologi sehingga belum memahami manfaatnya.

Bagi pengguna yang lebih aktif, kekhawatiran beralih dari keterampilan digital ke kepercayaan dan keamanan.

Mengingat hambatan-hambatan ini bersifat lintas sektoral, untuk mengatasinya diperlukan pendekatan multi-pihak baik di tingkat nasional maupun daerah untuk memastikan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah, pelaku sektor swasta, dan masyarakat sipil.

5. Menjadi bukti masa depan

Kami bertanya kepada generasi digital di Asean, apa yang menurut mereka merupakan tiga keterampilan paling penting di dunia pascapandemi.

Meskipun kemampuan menggunakan teknologi menempati posisi teratas, hal ini diikuti oleh keterampilan lunak (soft skill), seperti kreativitas dan inovasi, disiplin diri, serta ketahanan dan kemampuan beradaptasi.

Selama pandemi, terjadi transfer keterampilan digital secara signifikan.

Selain itu, perpindahan ini bersifat antargenerasi, karena generasi muda (16-35 tahun) lebih cenderung menjadi “guru”, sedangkan yang lebih tua cenderung menjadi “pelajar”.

Mungkin akan ada lebih banyak program untuk lebih mendukung transfer keterampilan antara masyarakat digital dan masyarakat yang kurang mahir secara digital.

Survei tersebut juga menemukan bahwa generasi digital pada umumnya kurang percaya diri terhadap keterampilan yang mereka anggap penting untuk masa depan. Misalnya, meskipun 38 persen responden menganggap kreativitas dan inovasi sebagai keterampilan yang penting, hanya 26 persen yang menganggap diri mereka mahir.

Hal ini menyoroti kebutuhan mendesak akan keterampilan lebih lanjut dan inisiatif reformasi untuk memastikan generasi digital ini siap menghadapi dunia pasca-pandemi dan masa-masa setelahnya.

Dr Santitarn Sathirathai adalah Kepala Ekonom Grup SEA Ltd.

Mr Joo-Ok Lee adalah Ketua Forum Ekonomi Dunia, Agenda Regional (Asia-Pasifik) dan anggota Komite Eksekutif.

Togel SingaporeKeluaran SGPPengeluaran SGP

By gacor88