10 Mei 2023
JAKARTA – Negara-negara ASEAN sepakat untuk mempercepat dimulainya perundingan ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) pada kuartal ketiga tahun 2023, menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Awalnya, negara-negara ASEAN berencana memulai negosiasi DEFA pada tahun 2025, namun perkembangan terkini berarti prosesnya dimulai dua tahun lebih awal.
“(Perundingan) ASEAN DEFA ditargetkan bisa diluncurkan pada September 2023 ini, dan pembahasan putaran pertama akan selesai pada tahun ini,” kata Airlangga dalam konferensi pers usai membuka pertemuan Dewan Masyarakat Ekonomi ASEAN (AECC) ke-22 yang dihadiri Minggu.
Pertumbuhan ekonomi ASEAN diperkirakan sebesar 4,7 persen pada tahun 2023 dan diperkirakan akan tumbuh hingga 5 persen pada tahun 2024, menjadikan ASEAN sebagai “titik terang di cakrawala gelap.”
Sementara itu, ekonomi digital di kawasan ini diproyeksikan akan tumbuh hingga US$330 miliar berdasarkan nilai barang dagangan bruto pada tahun 2025, naik dari $194 miliar pada tahun lalu.
Negosiasi tersebut merupakan sebuah langkah maju setelah kawasan ini menandatangani Perjanjian ASEAN tentang Perdagangan Elektronik pada tahun 2018, yang hanya mencakup bagian-bagian tertentu dari ekonomi digital.
Lembaga pemikir yang berbasis di Jakarta, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) menulis pada bulan April bahwa mereka mengharapkan DEFA untuk tidak memasukkan bea masuk atas siaran elektronik, pesan elektronik komersial yang tidak diminta dan non-diskriminasi produk digital, di antara beberapa kemungkinan klausul lainnya. .
ERIA menyarankan agar negosiasi DEFA mencakup mekanisme penyelesaian sengketa yang ringkas, yang dianggap sebagai elemen penting dalam kerangka kerja tersebut.
Pertemuan AECC yang dihadiri oleh para menteri ekonomi dari 10 negara ASEAN ditambah menteri keuangan Timor-Leste ini diadakan sebagai persiapan KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo pada pekan ini.
Menurut Airlangga, Indonesia berencana memainkan peran penting dalam mendorong agenda strategis yang juga menjadi kepentingan utama Indonesia.
“Kepemimpinan Indonesia kembali terjadi di tengah dinamika tantangan global,” kata Airlangga saat merefleksikan presidensi G20 tahun 2022.
Ia melanjutkan, “Tahun ini Indonesia menjabat sebagai ketua ASEAN di saat dunia sedang menghadapi krisis (politik). Namun tantangan-tantangan tersebut akan menjadi peluang bagi Indonesia untuk menegaskan kembali posisinya sebagai pemimpin alami di kawasan ini.”
AECC juga membahas pemutakhiran 16 Priority Economic Deliverables (PEDs) Indonesia yang akan diangkat dalam KTT tersebut.
Airlangga mengatakan para menteri ekonomi ASEAN sepakat untuk mendukung dua dokumen inisiatif Indonesia yang akan diadopsi oleh para kepala negara ASEAN pada KTT ASEAN 2023.
Dokumen pertama adalah Deklarasi Pemimpin ASEAN tentang Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik Regional yang menjadi pedoman kerja sama dan kolaborasi bagi (negara-negara) ASEAN untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik.
Inisiatif kedua adalah Deklarasi Pemimpin ASEAN tentang Mempromosikan Konektivitas Pembayaran Regional dan Mekanisme Transaksi Mata Uang Lokal (LCT), yang akan memungkinkan pembayaran antar negara diproses menggunakan mata uang mereka sendiri dan bukan menggunakan dolar AS.
Inisiatif terkait pengembangan sistem pembayaran dan LCT di kawasan akan mendukung penguatan stabilitas keuangan dan meningkatkan integrasi perekonomian kawasan, kata Airlangga.