18 November 2022
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) lagi sebagai upaya untuk menurunkan inflasi domestik dan melindungi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari depresiasi lebih lanjut.
Kenaikan suku bunga ini merupakan pengetatan kebijakan moneter BI yang keempat berturut-turut karena bank sentral mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,25 persen. Sementara itu, suku bunga fasilitas simpanan dan pinjaman juga meningkat masing-masing sebesar 50bp menjadi 4,5 dan 6 persen.
Keputusan bank sentral ini jauh melampaui ekspektasi banyak analis dan ekonom. Perusahaan riset keuangan Moody’s Analytics, misalnya, memperkirakan kenaikan hanya sebesar 25 bps.
“Keputusan untuk menaikkan suku bunga merupakan langkah awal, preventif, dan berwawasan ke depan untuk mengurangi ekspektasi inflasi berlebih dan memastikan inflasi inti di masa depan kembali ke kisaran target 3 plus/minus 1 persen pada paruh pertama tahun 2023,” Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kepada wartawan, Kamis.
Di sisi lain, BI memperkirakan inflasi akan terus meningkat dan tetap tinggi hingga akhir tahun ini, meski lebih rendah dari proyeksi konsensus. Sebagai perbandingan, perkiraan BI terhadap inflasi kurang dari 5,6 persen, sedangkan konsensus memperkirakan 5,9 persen.
Bank juga memperkirakan inflasi inti akan terus meningkat hingga akhir tahun ini, mencapai 3,5 persen. Peningkatan tersebut diperkirakan akan terus berlanjut hingga dua bulan pertama kuartal pertama tahun depan. Namun demikian, berkat langkah-langkah yang diambil baru-baru ini, kata BI, peningkatan tersebut mungkin jauh di bawah perkiraan banyak orang.
Perry juga kembali menegaskan bahwa kenaikan suku bunga dipandang perlu untuk mengembalikan nilai tukar rupiah ke “nilai fundamentalnya” di tengah penguatan dolar AS yang didorong oleh meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global.
Rupiah telah terdepresiasi lebih dari 8,6 persen year-to-date (ytd) hingga 16 November menjadi Rp 15.610 per dolar AS, jauh lebih dalam dibandingkan depresiasi bulan lalu sebesar 8,03 persen ytd.
BI mencatat bahwa bank sentral di banyak negara kemungkinan akan mempertahankan kebijakan moneter ketat mereka karena mereka memperkirakan Bank Sentral AS (Federal Reserve) akan mengumumkan kenaikan suku bunga lebih lanjut hingga awal tahun 2023, sehingga memberikan tekanan lebih lanjut pada nilai tukar dan aliran modal di banyak negara, termasuk Indonesia.
Fikri C. Permana, ekonom senior di Samuel Securities mengatakan kepada The Jakarta Post pada hari Kamis bahwa keputusan BI baru-baru ini dapat meningkatkan biaya pinjaman jangka pendek dan imbal hasil obligasi korporasi. Dia mengatakan hal itu juga dapat menyebabkan pertumbuhan pencairan kredit yang lebih lambat mulai tahun 2023 karena kenaikan sebelumnya mulai berlaku.
“Pertumbuhan ekonomi diperkirakan tidak terlalu ekspansif dibandingkan kuartal terakhir tahun ini,” kata Fikri.
Namun, menurutnya, keputusan tersebut dinilai positif oleh para investor pasar modal yang lebih khawatir terhadap pelemahan rupiah yang berkepanjangan karena dapat diikuti oleh harga barang impor yang lebih mahal sehingga dapat menyebabkan inflasi impor.
BI diperkirakan akan terus menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 atau 50 bps, tergantung pada kondisi perekonomian global, katanya, seraya menambahkan bahwa BI perlu mengejar kenaikan suku bunga The Fed sebesar 50 bps pada akhir tahun ini.
Faisal Rachman, ekonom di Bank Mandiri, memperkirakan BI akan terus menaikkan suku bunga acuan sebesar 25bp lagi hingga akhir tahun ini dan 25bp lagi tahun depan dan mencapai puncaknya pada 5,75 persen pada paruh pertama tahun 2023.
Ia menjelaskan, meski inflasi AS menurun pada Oktober, namun The Fed tetap menekankan perlunya tetap berhati-hati sehingga menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan global yang juga dapat menyebabkan berlanjutnya arus keluar modal.
Secara lokal, ia memperkirakan inflasi akan tetap berada pada kisaran 5 hingga 6 persen setidaknya hingga paruh pertama tahun depan karena dampak lanjutan dari kenaikan harga bahan bakar.
“BI kemungkinan akan terus menerapkan BI-7DRRR untuk menjamin stabilitas. Secara keseluruhan, ini adalah tindakan yang bersifat preventif dan berwawasan ke depan,” kata Faisal dalam sebuah pernyataan, mengacu pada suku bunga utama bank tersebut.
Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, mengatakan kepada wartawan pada hari Kamis bahwa dia melihat keputusan BI sebagai tanda positif bagi perekonomian.
“BI menjalankan fungsinya menjaga nilai tukar rupiah. Ini akan kondusif bagi keamanan makroekonomi,” kata Febrio.
Ia menambahkan, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan bank sentral untuk merumuskan hasil kebijakan terbaik bagi perekonomian. Hal ini termasuk menjaga inflasi tetap rendah, karena hal ini juga merupakan salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi keputusan suku bunga BI.