8 Mei 2023
JAKARTA – Meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Jumat menyatakan bahwa pandemi COVID-19 tidak lagi merupakan darurat kesehatan global, kekhawatiran mengenai banyaknya kasus yang disebabkan oleh Arcturus masih ada di negara-negara termasuk Indonesia.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan kasus dan kematian telah menurun selama lebih dari setahun, dengan meningkatnya kekebalan masyarakat terhadap vaksinasi dan infeksi.
“Kematian menurun dan tekanan pada sistem kesehatan berkurang. (…) Jadi, dengan harapan besar saya menyatakan ini sebagai darurat kesehatan global,” kata Tedros dalam konferensi pers.
Dia mengatakan keputusan itu diambil setelah panel ahli kesehatan global bertemu untuk ke-15 kalinya pada hari Kamis untuk memutuskan apakah COVID-19 masih merupakan keadaan darurat berdasarkan aturan WHO, sebuah status yang membantu menjaga fokus internasional terhadap pandemi ini.
Badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa pertama kali mendeklarasikan keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC) atas krisis ini pada tanggal 30 Januari 2020. Sejak saat itu, panel tersebut telah bertemu setiap tiga bulan.
Hingga saat ini, virus tersebut telah menginfeksi lebih dari 765 juta orang dan menyebabkan setidaknya 6,9 juta kematian, meskipun jumlah kematian sebenarnya mendekati 20 juta, menurut WHO.
Meskipun ada deklarasi tersebut, virus ini tetap menjadi ancaman kesehatan masyarakat yang serius, Tedros menekankan.
“Hal ini tidak berarti bahwa COVID-19 sudah berakhir sebagai ancaman kesehatan global, virus ini akan tetap ada, masih mematikan dan masih berubah. Hal terburuk yang dapat dilakukan negara mana pun saat ini adalah menggunakan berita ini sebagai alasan untuk lengah dan membongkar sistem yang dibangunnya,” katanya.
Data dari WHO mengungkapkan bahwa hampir 2,8 juta kasus baru COVID-19 dan lebih dari 17.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia dalam sebulan terakhir saja.
Meskipun angka kematian akibat COVID-19 secara global telah turun sebesar 95 persen sejak awal tahun ini, gambaran yang beragam muncul di tingkat regional, dengan peningkatan kasus dan kematian yang dilaporkan di beberapa wilayah dan penurunan di wilayah lainnya.
Misalnya, kawasan Asia Tenggara melaporkan peningkatan kasus baru sebesar 454 persen dan peningkatan kematian akibat COVID-19 sebesar 317 persen dalam 28 hari terakhir, yang dipicu oleh penyebaran subvarian XBB.1.16 yang sangat menular, yang dikenal sebagai Arcturus.
WHO mengklasifikasikan Arcturus sebagai varian baru yang menarik perhatian pada akhir bulan lalu, karena subvarian Omicron telah menyebar ke setidaknya 40 negara.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Tokyo menemukan bahwa Arcturus hampir 1,2 kali lebih mudah menular dibandingkan subvarian XBB.1.5 atau Kraken, versi lain dari varian Omicron yang sangat menular.
Tetap waspada
Dua ahli epidemiologi Indonesia yang tergabung dalam panel pakar kesehatan global WHO, I Nyoman Kandun dan Dicky Budiman, mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa mereka menyarankan badan kesehatan tersebut untuk mempertahankan status PHEIC untuk COVID-19 pada pertemuan hari Kamis.
Dicky mengatakan mempertahankan status tersebut sangat penting untuk memastikan komunitas kesehatan global tetap waspada dan siap menghadapi kemungkinan kebangkitan kembali COVID-19.
“Status ini memastikan bahwa sumber daya dan perhatian yang diperlukan diberikan kepada negara-negara yang mengalami wabah ini dan memfasilitasi koordinasi dan kerja sama internasional,” katanya pada hari Jumat.
Dicky menjelaskan, dirinya dan Nyoman telah meminta WHO menyusun rencana komprehensif peralihan status ke PHEIC.
“Hal ini harus mencakup penilaian menyeluruh terhadap situasi epidemiologi, cakupan vaksinasi, dan kemampuan negara-negara untuk menangani wabah secara efektif,” katanya.
Dicky mengatakan rencana seperti itu diperlukan karena Indonesia kembali mengalami peningkatan kasus akibat cepatnya penyebaran subvarian Arcturus.
Indonesia melaporkan 2.647 infeksi baru pada hari Rabu, jumlah kasus harian tertinggi dalam lima bulan. Pekan lalu terdapat 12.504 kasus baru, hampir dua kali lipat dibandingkan pekan sebelumnya yang berjumlah 6.371 kasus baru.
Tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit meningkat menjadi 8,1 persen dan kematian meningkat sejak awal April. Pada 28 April, Indonesia mencatat jumlah kematian tertinggi dalam enam bulan, yaitu 37 kematian.
Indonesia mencabut seluruh pembatasan COVID-19 pada akhir tahun lalu, dan sejak itu, total 22.666 orang dirawat di rumah sakit karena COVID-19 dan 1.423 pasien meninggal, menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan.