Ekonomi luar angkasa adalah masa depan, tapi mampukah Indonesia mewujudkannya?

17 Maret 2023

JAKARTA – Ekonomi ruang angkasa muncul dan bertransformasi secara bersamaan dengan perluasan dan transformasi besar-besaran pada sektor ruang angkasa dan terus menyatunya ruang angkasa ke dalam masyarakat dan perekonomian. Industri luar angkasa tidak hanya merupakan sektor pertumbuhan, namun juga merupakan pendorong pertumbuhan penting bagi industri lainnya.

Aplikasi luar angkasa ke Bumi sangat bergantung pada teknologi satelit di luar angkasa. Penggunaan layanan Internet berbasis satelit yang dapat menjangkau daerah paling terpencil akan memfasilitasi pemerataan dan keterjangkauan akses Internet bagi semua orang. Karena daerah tertinggal atau pedesaan, membangun jaringan lahan bisa jadi sulit atau mahal.

Dengan menggunakan teknologi layanan Internet berbasis satelit, masyarakat di pedesaan dan terpencil akan menikmati akses Internet yang setara dengan mereka yang berada di perkotaan. Teknologi satelit juga dapat membantu mengembangkan sektor pertanian. Sensor jarak jauh berbasis ruang angkasa mengumpulkan gambar, data pola cuaca, dan pengukuran gelombang elektromagnetik, yang semuanya dapat digunakan untuk keperluan pertanian.

Menurut survei tahunan McKinsey mengenai adopsi petani digital, hampir 29 persen petani tanaman baris dan hampir 50 persen petani tanaman khusus mengandalkan atau berniat untuk mulai menggunakan data tersebut. Petani akan menyadari manfaat terbesar dari sensor satelit ketika mereka dapat meningkatkan, atau bahkan meningkatkan, hasil panen.

Selain layanan internet dan pertanian, teknologi satelit sangat dibutuhkan dalam industri pertambangan. Satelit dapat mempermudah pekerjaan perusahaan pertambangan, terutama jika beroperasi di daerah terpencil. Industri pertambangan dapat menggunakan citra satelit untuk menghasilkan peta emisi, melacak pengiriman di sepanjang rantai pasokan, dan menemukan lokasi daerah kaya mineral. Sebagian besar bisnis bergantung pada seberapa baik teknologi satelit dapat mengirimkan sinyal kuat tanpa gangguan.

Satelit mini di Low Earth Orbit (LEO) adalah cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan ini. Menempatkan satelit mini di LEO akan mengurangi biaya peluncuran satelit karena ukurannya kecil dan beratnya kurang dari 1.000 kilogram.

Rencana induk pemerintah Indonesia untuk membangun pelabuhan antariksa di Indonesia akan memberikan peluang yang sangat baik untuk menciptakan nilai ekonomi dari kegiatan luar angkasa. Biaya peluncuran satelit oleh perusahaan negara atau swasta akan berkurang. Tidak perlu meluncurkan satelit di luar negeri.

Mengingat letak Indonesia yang berada di garis khatulistiwa, sangat menguntungkan bagi pihak-pihak yang ingin meluncurkan roket dan menempatkan satelit ke orbit mengelilingi bumi, khususnya pada orbit geostasioner. Peluncuran di masa depan dari Indonesia memerlukan lebih sedikit bahan bakar yang akan berdampak pada biaya peluncuran. Keunggulan geografis ini tentunya menjadi aset yang dapat menghasilkan tambahan pendapatan negara yang signifikan, dan secara politis memposisikan Indonesia sebagai negara dirgantara.

Tentunya potensi perekonomian Indonesia dalam kegiatan keantariksaan harus dibarengi dengan regulasi terkait keantariksaan yang efektif. UU No. 21/2013 memberi pemerintah peraturan antariksa yang mengikat secara hukum. Namun peraturan tersebut masih bersifat umum dan memerlukan sejumlah peraturan pelaksanaan untuk mengatur hal-hal khusus.

Sesuai amanat UU Keantariksaan Indonesia, diperlukan peraturan pelaksanaan terhadap ketentuan terkait komersialisasi ruang angkasa, termasuk rencana pengembangan pelabuhan antariksa.

Meski UU Antariksa Indonesia sudah berlaku selama hampir satu dekade, pemerintah belum menyelesaikan peraturan pelaksanaan kedua isu tersebut. Hal ini harus segera diatasi jika Indonesia serius menjadikan luar angkasa sebagai pusat pendapatan dan penggerak perekonomian di masa depan.

Selain UU Keantariksaan, Peraturan Presiden No. 45/2017 sebagai rencana induk untuk memberikan pedoman nasional kegiatan keantariksaan. Peraturan tersebut memuat rencana jangka pendek, menengah, dan panjang Indonesia di bidang kegiatan antariksa. Beberapa rencana jangka pendek dalam masterplan, termasuk penentuan lokasi pelabuhan antariksa di Indonesia, hingga kini belum terlaksana. Meski pemerintah Indonesia mempunyai justifikasi untuk melakukan kegiatan keantariksaan, namun hal tersebut perlu ditingkatkan dari segi realisasinya.

Ke depan, anggaran negara untuk kegiatan antariksa perlu ditingkatkan. Akibat terintegrasinya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), maka tanggung jawab dan wewenang terkait kegiatan keantariksaan nasional saat ini dipegang oleh BRIN melalui Lembaga Penelitian Dirgantara dan Antariksa ( ORPA).

Anggaran negara mengalokasikan hampir Rp 6,4 triliun (US$416 juta) untuk BRIN pada tahun 2023, naik dari Rp 5,78 triliun tahun lalu. Namun perlu diingat, anggaran tersebut harus dibagi ke berbagai lembaga penelitian yang berada di bawah naungan BRIN, termasuk ORPA. Pemerintah sebaiknya meningkatkan anggaran kegiatan keantariksaan agar dapat menghasilkan keuntungan yang signifikan.

Pada akhirnya, pemerintah harus berkomitmen terhadap semua inisiatif ini untuk mewujudkan ekonomi berbasis ruang angkasa di masa depan. Penting untuk mempercepat penyusunan kerangka hukum untuk sektor ini.

Kecuali pemerintah berhasil menghilangkan semua hambatan tersebut, tujuan untuk memperoleh manfaat besar dari kegiatan luar angkasa di masa depan tidak akan terwujud. Menjadi lebih penting lagi bagi Indonesia untuk secara tegas memposisikan dirinya sebagai negara dirgantara di era eksplorasi ruang angkasa, dan menjadi negara anggota ASEAN pertama yang melakukan hal tersebut.

***

Yaries Mahardika Putro adalah dosen hukum udara dan antariksa pada Fakultas Hukum Universitas Surabaya. Ridha Aditya Nugraha mengajar studi hukum udara dan ruang angkasa di Universitas Prasetiya Mulya.

judi bola online

By gacor88