31 Januari 2023
JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan penurunan ekspor minyak sawit pada tahun lalu, yang disebabkan oleh ketidakstabilan peraturan dan terganggunya produksi, akan terus berlanjut pada tahun ini.
Indonesia, produsen minyak sawit terbesar dunia, mengekspor 30,8 juta ton produk minyak sawit pada tahun 2022, turun 8,5 persen dari 33,7 juta ton pada tahun sebelumnya.
Sedikit penurunan produksi minyak sawit tahun lalu di tengah meningkatnya konsumsi domestik di sektor energi juga berkontribusi terhadap penurunan ekspor, kata Ketua GAPKI Joko Priyono dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.
“Konsumsi biodiesel (tahun 2022) meningkat karena konsumsi bahan bakar meningkat pasca pandemi,” ujarnya.
Untuk mengurangi impor solar, Indonesia menjadikan minyak sawit sebagai bahan bakar wajib pada tahun 2016 di bawah program B20 yang mewajibkan campuran 20 persen biodiesel dengan 80 persen solar yang berasal dari minyak bumi.
Porsi wajib biodiesel ditingkatkan menjadi 30 persen berdasarkan program B30, yang mulai berlaku pada awal tahun 2020, dan akan ditingkatkan menjadi 35 persen pada bulan Februari tahun ini.
Girta Yoga, Manajer Senior Riset dan Pengembangan Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (ICDX), mengatakan ada beberapa skenario yang perlu dipertimbangkan dalam memperkirakan volume ekspor. Dalam skenario pertama, pemerintah dapat mengurangi rasio pengganda volume ekspor, mengingat perkiraan penurunan permintaan dari pasar India dan Eropa.
Di sisi lain, pemerintah tidak menutup kemungkinan akan mempertahankan rasio pengganda volume ekspor meski permintaan Eropa dan India menurun, mengingat kemungkinan komoditas ekspor akan diserap oleh negara importir lain, seperti Tiongkok.
“Kebijakan terkait volume ekspor CPO tergantung pada kebijakan pemerintah, dan program B35 tentunya akan menjadi pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan terkait volume ekspor CPO,” ujarnya, Jumat.
Kementerian Perdagangan menetapkan rasio volume ekspor CPO dan produk turunannya sebesar 1:6, lebih rendah dibandingkan sebelumnya sebesar 1:8, keputusan tersebut berdasarkan Keputusan Kementerian Perdagangan No. 12/2022 yang menetapkan multiplier rasio untuk menentukan porsi ekspor CPO dan produk turunannya. Keputusan tersebut berlaku sejak 1 Januari.
Harga minyak sawit mentah berjangka Malaysia untuk pengiriman Februari di bursa derivatif Bursa Malaysia naik 96 ringgit menjadi 3.874 ringgit (US$912) per ton pada penutupan hari Jumat. Sedangkan kontrak berjangka pengiriman Maret menguat 116 ringgit menjadi 3.899 ringgit per ton.
Girta memperkirakan harga CPO pada pekan depan akan bergerak pada kisaran 3.900 ringgit hingga 4.000 ringgit per ton. Ketika katalis negatif ditemui, harga bisa turun ke level support yang berkisar antara 3.500 ringgit hingga 3.600 ringgit per ton.
Tergantung indikator pasar yang dirilis awal pekan, antara lain perkembangan kebijakan terutama terkait ekspor dan program biodiesel, data ekspor CPO Malaysia bulan Januari serta situasi negara pengimpor utama, ujarnya. kepada The Jakarta Post pada hari Jumat.
Lembaga pemeringkat kredit Fitch Ratings mempertahankan perkiraannya untuk rata-rata harga spot CPO acuan Malaysia pada $850 per ton pada tahun 2023, jauh lebih rendah dibandingkan $1,175 per ton pada tahun 2022.
Harga acuan pulih hingga di atas $850 per ton pada kuartal keempat tahun 2022, dari level akhir September di sekitar $700 per ton.
Lembaga pemeringkat memperkirakan harga akan semakin menguat ke level $900 per ton pada paruh pertama tahun 2023. Prospek pertumbuhan permintaan minyak sawit diperkuat dengan keputusan Indonesia untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar berbasis minyak sawit dalam campuran solar.
Tahun lalu, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini memproduksi 46,7 juta ton minyak sawit mentah, turun 0,4 persen dibandingkan tahun 2021. Negara ini juga memproduksi 4,5 juta ton minyak inti sawit.
“Ini sudah tahun keempat output stagnan, sedangkan konsumsi dalam negeri terus meningkat,” kata Joko.
“Pada tahun 2023, kami perkirakan produksi akan kembali stagnan karena tingginya harga pupuk. Petani menggunakan dosis yang lebih rendah, yang akan mempengaruhi produksi tahun ini.”
Stok minyak sawit Indonesia mencapai 3,65 juta ton pada akhir tahun 2022.