26 Agustus 2022
JAKARTA – Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyarankan agar pemerintah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel agar Indonesia dapat bertindak sebagai mediator antara Israel dan Palestina. Gagasan Kalla realistis karena Indonesia tidak akan pernah bisa memainkan peran perantara perdamaian yang jujur di Timur Tengah jika tidak mengakui Israel.
Sayangnya, masyarakat dalam negeri sepertinya tidak akan menerima usulan tersebut karena berbagai alasan, meskipun mereka tahu Kalla adalah pemimpin Muslim yang berpengaruh.
Dan bahkan ketika kita akhirnya membuka hubungan diplomatik dengan negara Yahudi, meskipun hanya untuk perdagangan, kita tidak dapat memfasilitasi penyelesaian masalah yang rumit ini. Terlalu naif jika kita menganggap Israel akan mendengarkan Palestina atau siap berkompromi dengan Palestina demi hubungan baik dengan Indonesia. Bagi umat Islam Indonesia, baik moderat maupun konservatif, selama rakyat Palestina ditindas Israel, mereka tidak akan mendukung gagasan Kalla.
Tidak jelas mengapa Kalla, seorang pengusaha sekaligus politisi dan ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Palang Merah Indonesia (PMI), mengangkat isu sensitif secara politik saat ini. Seingat saya, baru kali ini dia secara terbuka mengusulkan hubungan diplomatik antara Indonesia, negara Muslim terbesar di dunia, dan Israel.
Tapi melihat karakter Kalla, saya yakin usulannya merupakan skenario yang terencana.
Kalla mungkin mendapat dukungan pemerintah, meskipun saya hampir yakin bahwa Presiden Joko “Jokowi” Widodo tidak akan pernah menerima gagasan tersebut karena mengatakan hal baik tentang Israel adalah bunuh diri politik. Hampir tidak dapat dibayangkan bahwa pemerintah saat ini akan mempertimbangkan untuk menjalin hubungan formal dengan Israel. Hingga saat ini, hubungan perdagangan dan pertahanan kedua negara melalui pihak ketiga.
Berbicara sebagai keynote speaker pada diskusi akademis mengenai Palestina yang diselenggarakan oleh Sekolah Kajian Strategis dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) pada tanggal 19 Agustus, Kalla menyampaikan dukungan berkelanjutan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina dengan menggarisbawahi sistem dua negara, artinya Palestina dan Israel hidup bersama sebagai negara bebas
“Tidak mungkin mencapai perdamaian tanpa memahami kedua belah pihak dengan baik. Saya melakukannya,” katanya. Kalla telah mengunjungi wilayah pendudukan Palestina dan Israel dan menegaskan bahwa ia bertemu dengan para pejabat Israel dan Palestina dalam kapasitas pribadinya. Sebagai wakil presiden, Kalla dilaporkan bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di sela-sela Sidang Umum PBB pada September 2018.
Pada tahun 1993, Presiden Suharto saat itu mengadakan pertemuan tertutup dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin di kediaman pribadinya di Jalan Cendana, Jakarta Pusat. Namun tidak ada tindak lanjut dari pertemuan tersebut, meskipun sudah menjadi rahasia umum bahwa militer Indonesia sedang membangun kerja sama yang erat dengan militer Israel pada saat itu, termasuk dalam pengadaan senjata dan pembagian intelijen.
Presiden keempat Indonesia, Abdurrahman “Gus Dur” Wahid adalah pendukung setia hubungan diplomatik dengan Israel dan tidak pernah ragu untuk menunjukkan posisinya. Dia berkomunikasi dengan para pemimpin Israel, termasuk Simon Peres. Sebagai mantan ketua umum organisasi Islam terbesar di Tanah Air, Nahdlatul Ulama (NU), Gus Dur bisa terhindar dari serangan balik dari kelompok anti-Israel, namun tetap saja ia tidak bisa mewujudkan idenya.
Presiden Jokowi sendiri sudah berulang kali menyatakan dukungannya terhadap berdirinya negara Palestina yang merdeka. Sesuai konstitusi, Indonesia secara konsisten memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan mengecam kebrutalan Israel terhadap Palestina. Banyak individu dan kelompok telah bergabung dalam aksi kemanusiaan untuk membantu warga Palestina, termasuk pendirian rumah sakit di wilayah pendudukan.
Kalla, yang menjabat sebagai wakil presiden di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari tahun 2004 hingga 2009, dan di bawah Presiden Jokowi dari tahun 2014 hingga 2019, memiliki pengalaman luas sebagai perantara perdamaian di dalam dan luar negeri. Ia memainkan peran penting dalam mengakhiri perang berkepanjangan di Aceh, dan konflik sektarian di Maluku dan Poso di Sulawesi Tengah.
Kalla juga meluncurkan shuttle diplomacy untuk membawa faksi-faksi yang bertikai di Afghanistan, termasuk Taliban, ke meja perundingan. Tak lama setelah NATO meninggalkan Afghanistan tahun lalu, Taliban kembali berkuasa dan segera mengembalikan negara itu ke Zaman Batu. Namun Kalla tetap mempunyai kredibilitas sebagai pembawa perdamaian di sana.
Tidak ada harapan dalam beberapa dekade ke depan bagi Israel untuk mengizinkan Palestina menjadi negara merdeka. Kerasnya dukungan terhadap Palestina rupanya menghibur penonton dalam negeri. Bahkan beberapa negara Arab kurang berminat mendukung Palestina dan malah memulihkan hubungan diplomatik dengan Israel.
Kemudian Presiden AS Donald Trump secara terbuka mengatakan kepada Presiden Jokowi bahwa ia akan memberikan bantuan pembangunan hingga US$2 miliar kepada Indonesia jika Jokowi setuju untuk secara resmi mengakui Israel dan membuka hubungan diplomatik dengan negara Yahudi tersebut. Indonesia menjawab bahwa mereka hanya akan menerima tawaran Trump jika mengakui Palestina sebagai negara bebas.
Kalla mengemukakan ide yang mulia, namun realpolitik di Indonesia akan membuat hal tersebut mustahil terwujud.
Mengetahui pengaruhnya yang kuat di kalangan umat Islam dari berbagai latar belakang, pendekatannya yang tanpa basa-basi, dan pengalamannya yang luas sebagai perantara perdamaian, saya rasa Kalla telah menyiapkan strategi besar untuk mencapai misinya di Timur Tengah. Dia akan terus berkampanye karena dia hampir tidak menghadapi risiko politik.
Gagasan Kalla tentang Israel patut mendapat dukungan. Namun Indonesia baru bisa membuka hubungan diplomatik dengan Israel setelah terwujudnya negara Palestina merdeka, yang selama ini hampir mustahil dilakukan.