31 Januari 2023
JAKARTA – Saat Indonesia dan Korea Selatan merayakan 50 tahun hubungan diplomatik, kedua negara mengincar kerja sama ekonomi dan investasi yang lebih kuat di tengah ketegangan geopolitik di Asia-Pasifik.
Menteri Luar Negeri Retno MP Marsudi mengatakan kedua negara telah menjalin hubungan yang semakin erat satu sama lain selama lima dekade.
“Saat ini, Indonesia dan Korea Selatan (Republik Korea) lebih dari sekadar teman baik. Kami adalah mitra strategis yang istimewa,” kata Retno dalam rekaman pidatonya yang disampaikan pada acara di Jakarta, Kamis, dalam rangka peringatan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Korea Selatan.
Ia mengatakan volume perdagangan bilateral Indonesia dan Korea Selatan mencapai US$20,57 miliar pada tahun 2022, tertinggi dalam lima tahun terakhir.
“Tahun ini kita mencatat tonggak sejarah baru dengan berlakunya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Korea (IK-CEPA),” kata Retno.
Perundingan mengenai IC-CEPA dimulai pada tahun 2012 namun terhenti pada tahun 2014. Pada tahun 2019, kedua negara kembali melanjutkan perundingan, yang puncaknya adalah penandatanganan perjanjian tersebut pada tanggal 18 Desember 2020. Perjanjian tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2023. .
Retno juga mencatat bahwa Korea Selatan berpartisipasi dalam pengembangan ibu kota baru Indonesia, Nusantara, di Kalimantan Timur, dengan total investasi sekitar $6,37 miliar yang telah menciptakan 58.000 lapangan kerja baru.
Hubungan setengah abad antara Indonesia dan Korea Selatan terjadi di tengah tantangan yang mencakup dampak pandemi COVID-19 yang masih ada, resesi ekonomi yang akan datang, dan dinamika geopolitik di Asia-Pasifik, kata menteri.
Retno menegaskan, kedua negara harus fokus pada dua hal ke depan. Yang pertama adalah membangun perekonomian yang lebih hijau dan berkelanjutan, katanya, seraya menyebutkan bahwa Korea Selatan berinvestasi di industri baja dan kendaraan listrik di Indonesia.
“Kedua, mendorong stabilitas dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik. Sebagai mitra dialog ASEAN, kontribusi Korea Selatan terhadap implementasi nyata ASEAN Outlook on the Indo-Pacific sangatlah penting. Saya juga menantikan dukungan Korea Selatan terhadap kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun ini,” katanya.
Dalam rekaman pidatonya pada kesempatan tersebut, Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin mengatakan ia senang dengan hubungan kedua negara yang telah terjalin selama lima dekade, dimana kedua negara telah bekerja sama di berbagai bidang.
Ia mencatat bahwa kerja sama kedua negara dalam industri manufaktur tradisional bahkan telah meluas ke industri teknologi tinggi.
“Hari ini kita membuat mobil listrik dan pesawat tempur bersama-sama. Kami bersama-sama mengatasi tantangan global melalui platform seperti MIKTA,” kata Park, merujuk pada kemitraan yang mengelompokkan Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia.
Park mengatakan Indonesia adalah “mitra yang sangat diperlukan” dalam strategi Indo-Pasifik Korea, sementara pertukaran budaya dan antar masyarakat kedua negara juga telah berkembang.
“Kami mendukung dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap kepemimpinan Indonesia di ASEAN. Kami berharap dapat memperluas dan memperdalam kerja sama Korea dan ASEAN lebih lanjut,” ujarnya.
Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan Gandi Sulistyanto mengatakan meskipun Indonesia menikmati surplus perdagangan lebih dari $700 juta pada tahun lalu, impor sama pentingnya dengan ekspor dalam kerja sama ekonomi Indonesia dengan Korea Selatan.
“Kalau (Korea Selatan) lebih banyak mengimpor belanja modal, itu sebenarnya wajar karena (artinya) kita berhasil mendatangkan investasi asing langsung ke negara kita,” kata Gandi.
Ferry Akbar Pasaribu, Asisten Deputi Strategi Penanaman Modal dan Kebijakan Percepatan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, mengatakan pemberlakuan IC-CEPA akan meningkatkan perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Korea Selatan.
Ferry menambahkan, Indonesia akan memanfaatkan IC-CEPA untuk meningkatkan investasi, arus barang, serta ekspor dan impor kedua negara.
“Investor masih perlu mengimpor dari rantai nilai global atau dari Korea,” katanya, seraya menekankan bahwa kemudahan arus barang dan jasa pada gilirannya akan meningkatkan investasi.