7 Februari 2023
JAKARTA – Para menteri luar negeri ASEAN menyimpulkan di Jakarta pada hari Sabtu, dengan proposal dari Indonesia untuk menerapkan rencana perdamaian lima poin untuk Myanmar dan melanjutkan negosiasi Kode Etik (COC) di Laut Cina Selatan.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Jakarta menyampaikan “rencana implementasi” kepada anggota ASEAN untuk “konsensus lima poin” yang disepakati dengan junta pada April 2021, yang menyerukan diakhirinya kekerasan dan dialog antara semua pihak di Myanmar.
“Rencana ini sangat penting bagi ASEAN, khususnya ketuanya, sebagai pedoman untuk mengatasi situasi di Myanmar secara terpadu. Ini menunjukkan kesatuan yang kuat dari anggota ASEAN untuk melaksanakan lima poin konsensus,” kata Retno dalam jumpa pers. konferensi pers pada hari terakhir pembicaraan.
“Dukungan luas telah diterima dari seluruh negara anggota untuk rencana ini.”
Menteri tidak merinci apa saja isi rencana implementasinya. Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Diplomasi Regional, Ngurah Swajaya, mengatakan lima poin konsensus akan tetap menjadi panduan utama bagi ASEAN untuk mengatasi masalah Myanmar, termasuk rencana implementasi yang dibahas dalam retret dua hari tersebut.
“Maksud kami (dengan rencana implementasi) adalah kita bisa mencapai hasil konkrit untuk semua poin dalam konsensus lima poin,” kata Ngurah.
Retno mengatakan para menteri luar negeri ASEAN juga membahas isu-isu regional dan internasional, termasuk COC, yang melaluinya negara-negara anggota ASEAN berkomitmen untuk menyelesaikan perundingan mengenai kode tersebut “sesegera mungkin”.
Perundingan mengenai COC, sebuah kerangka kerja yang diusulkan untuk membantu mengatasi sengketa wilayah dan maritim di jalur perairan strategis tersebut, terhenti selama bertahun-tahun karena beberapa negara anggota memprioritaskan hubungan bilateral dengan Tiongkok dibandingkan konsensus regional.
Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk menjadi tuan rumah putaran perundingan COC tahun ini, yang pertama akan dilakukan pada bulan Maret, menurut kementerian luar negeri, di mana Indonesia, sebagai ketua ASEAN, akan memimpin upaya untuk “mengeksplorasi pendekatan-pendekatan baru” dalam navigasi perairan yang semakin meningkat. wilayah yang “tidak stabil”.
“Yang penting (dari perundingan ini) adalah kita semua sepakat bahwa (COC) harus efektif, dapat diterapkan (dan) sesuai dengan hukum internasional,” kata Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian, Sidharto Suryodipuro, di sela-sela pertemuan tersebut. kata kementerian. acara di Sekretariat ASEAN.
Namun, kecil kemungkinan ASEAN akan menyentuh isu klaim teritorial maritim untuk tujuan perundingan COC. Sebab, pembahasan kepemilikan (teritorial) harus dilakukan melalui perundingan bilateral, kata Sidharto.
Utusan Tetap
Para ahli berharap Indonesia, sebagai ketua ASEAN, dapat secara signifikan mendorong isu Myanmar dan perundingan COC.
“(Terkait masalah Myanmar) Indonesia bisa belajar dari penanganan krisis Kamboja di mana Indonesia menggunakan berbagai saluran dan pendekatan untuk membantu menyelesaikan konflik tersebut,” kata peneliti hubungan internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Randy Nandyatama mengatakan pada Sabtu. Ia merujuk pada peran Indonesia dalam menengahi perdamaian di Kamboja pada tahun 1980an dan awal 1990an.
Dewi Fortuna Anwar, peneliti senior hubungan internasional di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan implementasi rencana perdamaian kemungkinan akan membutuhkan utusan khusus tetap ASEAN untuk Myanmar.
Fakta bahwa peran utusan khusus akan berpindah tangan setiap tahun seiring dengan rotasi ketua blok tersebut berarti bahwa setiap utusan kemungkinan akan menggunakan pendekatan yang berbeda terhadap junta, katanya.
“Jadi, kalau kita ingin serius menerapkan lima poin konsensus, kita harus ada review setelah utusan khusus. Baru setelah itu poin-poin lain (dalam konsensus) seperti keterlibatan seluruh pemangku kepentingan atau fasilitasi dialog bisa ditangani. “
Menjadi non-penggugat adalah tuan rumah yang baik
Menanggapi tawaran Indonesia menjadi tuan rumah perundingan COC, Dewi menegaskan bahwa Indonesia bisa menjadi tuan rumah yang baik karena tidak memiliki klaim teritorial di Laut Cina Selatan.
Ia mengatakan, dalam perundingan tersebut, Indonesia harus memastikan bahwa ASEAN tidak didikte oleh Tiongkok dan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) diterapkan secara konsisten. “Indonesia memiliki pengalaman dan rekam jejak yang baik dalam mempromosikan UNCLOS, yang diharapkan dapat digunakan untuk mempercepat perundingan,” ujarnya.
Randy dari UGM mengatakan, sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia dapat memproyeksikan dirinya sebagai pihak yang mampu dan kredibel untuk membujuk Tiongkok ke meja perundingan.