14 Maret 2019
Para pejabat keamanan di seluruh kawasan khawatir akan upaya mengusir militan dari Timur Tengah.
Istri militan Indonesia yang ditangkap Husain alias Abu Hamzah meledakkan bom pada Rabu dini hari (13 Maret) yang menewaskan dirinya dan anak-anaknya di dalam sebuah rumah yang dikepung polisi di Sibolga, Sumatera Utara.
Kepala Polisi Tito Karnavian mengatakan pada Selasa malam bahwa tiga anak berada di dalam rumah tersebut, dan polisi mengatakan pada Rabu bahwa anak-anak tersebut tewas dalam ledakan tersebut.
“Tim yang terdiri dari 88 kelompok anti-teroris dan tokoh masyarakat setempat di Sibolga menghabiskan waktu 10 jam untuk membujuknya agar menyerah. Kami memberikan imbauan yang kuat dan menegaskan bahwa anak di bawah umur juga terlibat,” kata Brigjen Dedi.
Ledakan terjadi sekitar pukul 01.30 waktu setempat.
Polisi menangkap Husain pada hari Selasa setelah penggerebekan di Lampung, di Sumatera bagian selatan, pada akhir pekan, di mana seorang militan yang diidentifikasi sebagai inisial R alias P ditangkap. Dia dan Husein diyakini merupakan anggota kelompok militan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) dan berencana melancarkan serangan, antara lain, terhadap polisi.
Tidak lama setelah penangkapan Husain pada hari Selasa, ledakan bom dari rumah yang terkepung melukai seorang petugas polisi.
“Pada penyerangan di Lampung kami menemukan bom serupa dengan yang kami temukan di Sibolga,” kata Dedi, serta bahan yang digunakan untuk membuat bom.
Tito mengatakan, selain Husain, ada dua orang lagi yang ditangkap di Sibolga.
Kepolisian Indonesia mulai melancarkan penggerebekan intensif terhadap jaringan militan mulai awal tahun lalu (2018) menjelang pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Bali pada bulan Oktober dan Asian Games di Jakarta dan Palembang, Sumatera Selatan pada bulan Agustus dan September.
Angka kepolisian Indonesia menunjukkan bahwa Divisi 88 membunuh atau menahan 396 militan tahun lalu, sebuah rekor jumlah dan lonjakan tajam dari 176 pada tahun 2017. Dua puluh lima tersangka ditembak mati dalam penggerebekan tahun lalu ketika mereka menolak ditangkap, sembilan lebih banyak dari jumlah tersebut. pada tahun 2017.
Indonesia, yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, telah lama berjuang melawan militansi Islam.
Serangan senjata dan bom bunuh diri pada bulan Januari 2016 di Jakarta menyebabkan empat penyerang dan empat warga sipil tewas dan merupakan serangan pertama yang diklaim oleh ISIS di Asia Tenggara. Indonesia mengalami serangan teroris terburuk pada tahun 2002 ketika pemboman dua klub malam di Bali menewaskan 202 orang, sebagian besar wisatawan asing.
Pada Mei tahun lalu, sebuah keluarga beranggotakan enam orang melakukan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya di provinsi Jawa Timur, Indonesia, selama Misa Minggu, menewaskan 13 orang, menurut polisi.
Dua bersaudara berusia 17 dan 15 tahun melakukan pengeboman pertama, sedangkan ibu pemilik bom ikat pinggang melakukan pengeboman kedua. Dia ditemani oleh dua putrinya, berusia sembilan dan 12 tahun. Ini merupakan bom bunuh diri pertama yang dilakukan oleh seorang perempuan di Indonesia.
Ayah mereka yang berada di dalam mobil melakukan pengeboman ketiga.