17 April 2023
JAKARTA – Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyerukan peserta Idul Fitri tahun ini pulang ke rumah (eksodus) untuk menyelesaikan vaksinasi COVID-19 mereka sebelum keberangkatan ketika pemerintah bergulat dengan penemuan dua kasus impor dari jenis virus corona baru yang menyebabkan lonjakan kasus di beberapa negara.
Negara ini bersiap menghadapi gelombang terbesar penyakit ini pulang ke rumah wisatawan sejak awal pandemi, diperkirakan mencapai 120 juta orang. Dan untuk pertama kalinya dalam tiga tahun, masyarakat tidak akan terbebani oleh pembatasan mobilitas akibat pandemi.
Ketika ditanya bagaimana rencana pemerintah untuk menangani kemungkinan peningkatan kasus selama hari raya Islam, presiden mengatakan vaksinasi adalah kuncinya dan masyarakat harus menyelesaikan vaksinasi mereka dan mendapatkan booster tepat waktu.
“Yang paling penting adalah vaksinasi dan booster (suntikan), jadi yang belum lakukan sebaiknya lakukan,” kata Jokowi kepada wartawan, Kamis, saat berkunjung ke Depok, Jawa Barat.
Presiden mengutip hasil survei serologi pada bulan Januari yang menunjukkan bahwa 99 persen masyarakat Indonesia memiliki kekebalan terhadap COVID-19, namun terdapat risiko bagi mereka yang tidak mendapatkan vaksin.
“Yang belum divaksin harus hati-hati. Mereka harus segera mendapatkan (suntikan) agar semua orang aman dari COVID-19,” kata Jokowi.
Meskipun ada seruan berulang kali untuk menyelesaikan program vaksinasi, upaya imunisasi telah melambat, sebagian karena lambatnya pemberian dosis booster.
Hingga Kamis, 174 juta orang telah menyelesaikan vaksinasi utama mereka, dan 68 juta orang telah menerima dosis booster pertama.
Presiden Jokowi mengatakan, meskipun jumlah kasus di Indonesia mengalami sedikit peningkatan dalam beberapa hari terakhir, situasi tetap kondusif bagi perjalanan liburan yang tidak terbebani.
“Ada sedikit peningkatan, namun masih jauh di bawah standar (yang menjadi perhatian) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 8.000 (kasus harian). Kita masih di angka 600 sampai 900 (kasus baru per hari), jadi saya kira situasi masih terkendali dengan baik,” ujarnya.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), negara ini telah melaporkan lebih dari 900 kasus setiap hari sejak Selasa, dengan penghitungan pada hari Kamis hanya di bawah 1.000 kasus. Terakhir kali negara ini melaporkan lebih dari 900 kasus adalah pada bulan Desember.
Strain baru terdeteksi
Seruan presiden ini disampaikan setelah para pejabat mengkonfirmasi dua kasus pertama yang diketahui mengenai jenis baru Arcturus COVID-19, yang menyebabkan peningkatan beban kasus di beberapa negara, termasuk India dan Singapura. Kedua kasus tersebut diyakini merupakan kasus impor.
Menurut Our World in Data, rata-rata perputaran bisnis baru selama tujuh hari di Singapura mencapai angka tertinggi dalam lima bulan pada awal bulan ini. Sementara itu, India telah melaporkan lebih dari 5.000 kasus baru COVID-19 setiap hari sejak 6 April. Terakhir kali dia melihat angka seperti itu adalah pada September 2022.
Sejauh ini, jenis virus tersebut telah diidentifikasi di sekitar 20 negara, termasuk Indonesia, kantor berita Antara melaporkan pada Kamis.
Pejabat Kementerian Kesehatan mengonfirmasi bahwa subvarian COVID-19, yang diindeks sebagai XBB.1.16, ditemukan pada dua orang pada akhir bulan lalu, namun menolak untuk mengungkapkan lokasinya. Salah satu kasusnya menyangkut seorang pelancong asing.
Pakar kesehatan telah mencatat bahwa Arcturus dapat mentolerir antibodi yang dikembangkan melalui vaksinasi dan infeksi alami serta sangat mudah menular.
Namun demikian, pemerintah meremehkan keseriusan jenis virus baru ini, dan bersikeras bahwa virus tersebut tidak berakibat fatal dan gejalanya tidak akan menjadi parah.
Namun Juru Bicara Kementerian Siti Nadia Tarmizi mengimbau masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan dan mendapatkan dosis booster untuk mencegah penularan selama pandemi. pulang ke rumah musim.
“Kami mengimbau masyarakat untuk mendapatkan suntikan booster, memakai masker di tempat keramaian dan segera melakukan tes COVID-19 jika merasa sakit,” kata Nadia. Jakarta Post pada hari Jumat.
Arcturus pertama kali terdeteksi pada akhir Januari dan merupakan varian rekombinan BA.2.10.1 dan BA.2.75, dua keturunan varian Omicron lainnya, BA.2.
Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Tokyo, Arcturus hampir 1,2 kali lebih mudah menular dibandingkan strain XBB.1.5, yang dijuluki Kraken, versi lain dari varian Omicron yang sangat menular.
Bulan lalu, WHO menandai Arcturus sebagai “dalam pengawasan”.
Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis COVID-19 WHO, mengatakan pada konferensi pers baru-baru ini bahwa sejauh ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa jenis tersebut telah menyebabkan gejala yang lebih parah, namun ia menyerukan peningkatan pemantauan.
Seorang dokter anak India mencatat bahwa beberapa anak yang diduga terinfeksi strain Arcturus mulai menunjukkan gejala konjungtivitis, infeksi mata, yang sebelumnya tidak terlihat pada varian COVID-19 lainnya.