11 Mei 2023
JAKARTA – Bank Dunia telah meminta Indonesia untuk memperluas upaya pemberantasan kemiskinan untuk melindungi jutaan warga negara yang dikatakan berisiko jatuh kembali ke dalam kemiskinan, meskipun negara ini telah mencapai prestasi dalam membalikkan keadaan buruk dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam beberapa dekade terakhir.
Kurang dari 1,5 persen masyarakat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan ekstrim yang ditetapkan Bank Dunia sebesar US$1,9 per hari pada tahun 2022, menurut data pemberi pinjaman pembangunan tersebut, jauh di bawah 19 persen yang tercatat pada dua dekade lalu.
Pengentasan kemiskinan ekstrem telah menjadi prioritas Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Dia berharap untuk mengakhirinya sepenuhnya pada tahun 2024.
Namun, 16 persen masyarakat Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan standar Bank Dunia sebesar US$3,2 per hari pada tahun 2022.
Pemberi pinjaman tersebut menemukan bahwa lebih dari 40 persen masyarakat Indonesia berada dalam kondisi ekonomi yang tidak aman – setengah dari masyarakat tersebut tergolong tidak miskin menurut data tahun 2019.
Ketidakpastian ini berarti bahwa anggota kelompok tersebut bisa jatuh ke dalam kemiskinan ketika terkena guncangan, seperti pandemi, bencana alam, atau kemerosotan ekonomi.
Satu Kahkonen, Direktur Bank Dunia di Indonesia, mengatakan kepada hadirin pada acara peluncuran Laporan Penilaian Kemiskinan Indonesia pada hari Selasa bahwa meskipun situasi saat ini terjadi, ketahanan ekonomi dapat menjadi kenyataan di Indonesia, namun hal ini memerlukan upaya bersama. Pemberi pinjaman juga memberikan rekomendasi untuk mencapai hal ini.
Yang pertama adalah penciptaan mata pencaharian berkelanjutan melalui lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik, yang menurut Kahkonen merupakan solusi utama untuk keluar dari kemiskinan.
Namun, Kahkonen mencatat bahwa kesempatan kerja di Indonesia seringkali tidak cukup untuk mengangkat masyarakat keluar dari kemiskinan. Ia menyarankan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memungkinkan sektor swasta menciptakan pekerjaan yang lebih produktif.
Berbicara pada acara yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim UU Cipta Kerja akan memiliki tujuan tersebut dengan mengurangi birokrasi dan mempermudah berusaha di dalam negeri, sehingga menarik investasi yang menyediakan lapangan kerja.
“Presiden (Joko “Jokowi” Widodo) mendorong Kabinet untuk mengubah investasi (lingkungan) karena tidak bisa menciptakan lapangan kerja dengan memberikan jaring pengaman sosial,” kata Sri Mulyani, Selasa.
Undang-Undang Cipta Kerja telah ditentang oleh sejumlah kelompok, termasuk serikat pekerja dan organisasi masyarakat sipil, sejak awal, namun Menteri membelanya, dengan mengatakan bahwa undang-undang tersebut pada akhirnya dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja di Indonesia.
Rekomendasi kedua dari Bank Dunia adalah melindungi rumah tangga dari guncangan ekonomi, kesehatan, dan iklim.
“Indonesia rentan terhadap guncangan, terutama yang disebabkan oleh cuaca,” tulis Kahkonen dalam kata pengantar laporan tersebut. “Seperti biasa, masyarakat miskin dan kondisi ekonomi yang tidak aman menanggung beban yang tidak proporsional ketika bencana terjadi.”
Antara tahun 1990 dan 2021, Indonesia mengalami lebih dari 300 bencana alam, yang berdampak pada lebih dari 11 juta orang, dan 70 persennya disebabkan oleh perubahan iklim, menurut Bank Dunia.
Rekomendasi terakhir adalah mendanai “investasi yang berpihak pada masyarakat miskin”, yang mencakup peningkatan perlindungan sosial yang mencakup bantuan sosial dan asuransi. Hal ini termasuk meningkatkan inklusi keuangan serta meningkatkan layanan kesehatan dan pendidikan.
Kahkonen mengakui bahwa langkah-langkah ini harus dibiayai oleh pendapatan negara, kemungkinan penerimaan pajak, dan pengurangan pengeluaran untuk subsidi energi dan pertanian, yang disebutnya “kurang efektif dan seringkali regresif.”
Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah mengatasi permasalahan tersebut melalui Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan, namun kemungkinan permasalahan tersebut akan terus berlanjut karena terletak pada tata kelola. Ia mencatat bahwa subsidi sering kali jatuh ke tangan yang salah.
Terlebih lagi, pandemi selama tiga tahun dan situasi geopolitik saat ini telah menghambat upaya pengentasan kemiskinan.
Saya ingin mengatakan bahwa dunia sedang tidak dalam kondisi yang baik, kata Sri Mulyani.
Permasalahan ini menyebabkan kenaikan inflasi, diikuti dengan kenaikan suku bunga oleh beberapa bank sentral untuk menurunkannya, yang berkontribusi pada “pembunuhan lapangan kerja”.
Ia mencatat bahwa isu-isu politik dapat menghalangi pengambilan kebijakan yang baik.
“Menciptakan ruang politik jauh lebih penting agar reformasi bisa berhasil. (…) Inilah kenyataannya,” kata menteri tersebut, seraya menambahkan bahwa pemerintah harus menyeimbangkan pencapaian tujuannya dengan pertimbangan pemilu untuk tahun depan.
Ekonom Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang mengatakan kepada The Jakarta Post pada hari Selasa bahwa dia setuju bahwa pemerintah harus melampaui garis kemiskinan ekstrem $1,9 per hari, dan menambahkan bahwa angka tersebut dianggap ketinggalan jaman.
Bank Dunia menulis blog tahun lalu bahwa mereka telah memperbarui angka tersebut menjadi $2,15 per hari untuk mencerminkan kenaikan harga makanan pokok. Angka terbaru berdasarkan harga tahun 2017.
Dianta sepakat bahwa 120 juta masyarakat Indonesia berisiko mengalami guncangan ekonomi, seperti yang disarankan oleh Bank Dunia, terutama mengingat, pada Agustus 2022, lebih dari 59 persen angkatan kerja negara ini berada di sektor informal.
Ia mengatakan, hal ini berarti banyak pendapatan masyarakat Indonesia yang sangat bergantung pada kondisi perekonomian yang berfluktuasi.
Namun Dianta tidak setuju dengan rekomendasi Bank Dunia untuk memotong subsidi energi dan pertanian.
“Kerentanan pendapatan masyarakat miskin sangat berkorelasi dengan harga bahan bakar, listrik, dan pangan yang semuanya bergantung pada subsidi energi dan pertanian,” kata Dianta.
“Terutama untuk menanggapi ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perang di Ukraina. Bahkan negara maju pun memberikan subsidi energi dan pertanian kepada rakyatnya,” imbuhnya.