13 April 2023
JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) merekomendasikan agar jurnalis yang bekerja di Jakarta menerima setidaknya Rp 8,2 juta (US$555) sebulan sebagai gaji yang dibawa pulang, namun asosiasi tersebut menemukan bahwa sebagian besar jurnalis dalam surveinya dibayar jauh di bawah angka tersebut.
Angka Rp 8,2 juta tersebut didasarkan pada kebutuhan pokok pangan, perumahan dan sandang serta alokasi tabungan dan perangkat yang dibutuhkan untuk bekerja, seperti laptop atau smartphone. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan rekomendasi survei asosiasi tahun lalu sebesar Rp 8 juta.
Dari 97 jurnalis yang disurvei, 44,3 persen mengaku dibayar di bawah upah minimum provinsi Jakarta tahun 2023 sebesar Rp 4,9 juta per bulan, bahkan ada yang hanya menerima Rp 2 juta per bulan, jumlah yang bahkan menurut perhitungan AJI hanya untuk makanan.
Responden survei adalah jurnalis yang berbasis di Jakarta yang telah bekerja selama nol hingga tiga tahun, dan sebagian besar bekerja di platform berita online.
“Ini menjadi catatan penting ke depan bagi AJI dan Kementerian Ketenagakerjaan, yaitu; bagaimana kita bisa merumuskan industri media yang lebih memanusiakan jurnalisnya,” kata Kepala Bidang Advokasi dan Ketenagakerjaan AJI Jakarta Irsyan Hasyim dalam jumpa pers, Selasa.
Baca juga: Kebanyakan jurnalis di Jakarta dibayar rendah: Asosiasi
Pengusaha harus membayar setiap pekerja setidaknya sebesar upah minimum yang ditetapkan setiap tahunnya, dan membayar jurnalis sebesar itu merupakan pelanggaran yang dapat dihukum dengan denda atau satu hingga empat tahun penjara, sebagaimana diatur dalam undang-undang omnibus law tentang Cipta Kerja.
Selain upah yang rendah, 88 dari 97 jurnalis yang disurvei menyatakan bahwa mereka tidak menerima upah lembur, sementara 63 di antaranya mengatakan bahwa mereka bekerja lebih dari delapan jam setiap hari.
Sekitar 30 jurnalis yang disurvei menyatakan bahwa platform media tempat mereka bekerja tidak memiliki pedoman kenaikan gaji tahunan, sementara 41 jurnalis lainnya mengatakan mereka tidak tahu apakah perusahaan tempat mereka bekerja menerapkan pedoman tersebut.
Michiko Miyamoto, direktur Organisasi Buruh Internasional (ILO), mengatakan jurnalis memainkan peran penting dalam masyarakat dan demokrasi, sehingga menjaga mata pencaharian mereka sama pentingnya dengan peran mereka.
“Kami tidak banyak bicara tentang orang-orang yang bekerja di industri media itu sendiri,” kata Miyamoto pada acara yang sama, Selasa.
Miyamoto mengatakan “agak mengkhawatirkan” bahwa perundingan bersama akan ditarik kembali di beberapa negara karena pandemi dan pemulihan ekonomi, padahal metode seperti itu bisa menjadi cara bagi para pekerja, termasuk jurnalis, untuk meningkatkan penghidupan mereka.
“Saya berharap perundingan bersama tetap menjadi inti dari berfungsinya pasar tenaga kerja dan demokrasi di Indonesia dan di industri media,” katanya.
Perundingan bersama adalah metode di mana pekerja, melalui serikat pekerja, menegosiasikan kontrak dengan pemberi kerja untuk menentukan persyaratan kerja, termasuk gaji, tunjangan, jam kerja, cuti, dan banyak lagi.
Meski penting, hanya 18 jurnalis dalam survei yang mengatakan bahwa serikat pekerja semacam itu ada di tempat kerja mereka, sementara 43 jurnalis lainnya mengaku tidak mengetahuinya dan sisanya tidak mengetahuinya.