27 April 2023
JAKARTA – Industri perunggasan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang terbatas pada tahun ini karena pendapatan perusahaan terkikis oleh kelebihan pasokan unggas hidup yang berkepanjangan dan biaya input yang lebih tinggi, meskipun terjadi peningkatan penjualan pada tahun lalu.
Para pelaku industri dan analis mengatakan pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) produsen unggas dapat meningkat karena meningkatnya permintaan, namun angka tersebut akan tetap di bawah tingkat sebelum pandemi.
Tahun lalu, perusahaan unggas publik PT Japfa Comfeed Indonesia, PT Charoen Pokphand Indonesia dan PT Malindo Feedmill mengalami penurunan laba bersih tahunan masing-masing sebesar 29,8 persen, 19,1 persen, dan 57,2 persen.
Penurunan ini terjadi meskipun terjadi peningkatan penjualan bersih tahunan masing-masing sebesar 9 persen, 10 persen, dan 21 persen.
Arief Witjaksono, salah satu pendiri startup teknologi Pitik, yang membantu peternak ayam membeli pakan dan menjual stok mereka, mengatakan perang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina telah mengganggu pasokan gandum, komponen utama pakan ayam.
Gangguan ini menyebabkan meningkatnya biaya input untuk industri unggas.
“Kedua negara ini memasok sekitar 30 persen kebutuhan gandum global. Mungkin harganya baru akan turun ketika perang sudah selesai,” kata Arief Jakarta Post di hari Rabu
Baca juga: Indonesia mungkin akan mendirikan peternakan di Batam untuk mengekspor ayam segar ke Singapura
Michael Filbery, Analis Sinarmas Sekuritas, mengatakan dalam catatan Februari bahwa harga bungkil kedelai (SBM), yang digunakan dalam produksi pakan ayam, akan tetap tinggi pada kuartal pertama tahun ini. Datanya menunjukkan peningkatan 10 persen dari rata-rata tahun lalu menjadi US$480 per ton.
Namun catatan riset Samuel Sekuritas tanggal 3 Maret menyebutkan kemungkinan produksi STC dari Argentina dan Brazil akan kuat tahun ini sehingga menekan harga di pasar global.
Hal ini akan meningkatkan EBITDA Japfa sebesar 25 persen per tahun menjadi Rp 4,5 triliun, serta peningkatan penjualan bersih sebesar 9 persen per tahun menjadi Rp 53,5 triliun pada tahun ini, kata catatan tersebut.
“Kami memperkirakan Japfa akan merasakan dampak tingginya harga bahan baku dan rendahnya permintaan ayam broiler dan day old chicken (DOC) setidaknya hingga paruh pertama tahun ini,” tulis para analis.
“Kami memperkirakan Japfa akan mengalami pemulihan pada semester kedua, didukung oleh peningkatan permintaan menyusul membaiknya kondisi makroekonomi global dan lokal,” tambah mereka.
Dengan mempertimbangkan peningkatan biaya input, MNC Sekuritas menulis dalam catatan risetnya, margin EBITDA Japfa hanya bisa meningkat menjadi 8,4 persen tahun ini, masih di bawah rata-rata lima tahun sebesar 10,1 persen.
Selain itu, industri unggas lokal terus berjuang mengatasi kelebihan pasokan unggas hidup yang berkepanjangan sehingga menekan harga di tingkat peternak.
Ketidakseimbangan tersebut diakibatkan oleh kesalahan perhitungan impor stok kakek, yaitu hewan yang melahirkan ayam yang digunakan untuk produksi unggas.
Kementerian Pertanian telah berupaya mengatasi masalah tersebut melalui program penjarangan, namun sejauh ini gagal mendongkrak harga. Harga ayam panggang adalah Rp 16.300 ($1,09) per kilogram di bulan Januari, turun 12 persen dari bulan sebelumnya.
Baca juga: Pemerintah dapat menyesuaikan pedoman harga unggas untuk membantu peternak
Analis Mirae Asset Sekuritas Emma A. Fauni seperti dikutip Kontan mengatakan, penurunan permintaan cukup rendah sehingga mempengaruhi efektivitas program.
Setidaknya 20 juta ayam seharusnya dimusnahkan dalam program ini setiap minggunya, namun antara bulan Oktober dan November tahun lalu hanya 14 juta ayam yang berhasil dikelola. Angka tersebut turun menjadi setengah dari jumlah tersebut antara Desember 2022 dan Januari tahun ini.
Sebuah program terbaru meminta industri untuk memusnahkan hanya 14,9 juta ayam per minggu antara bulan Februari dan April.
Raka Junico, analis riset MNC Sekuritas, mengatakan dalam laporannya pada 5 April bahwa kuota yang menipis digunakan untuk menjaga stok selama Ramadhan.
Namun, ia memperkirakan pemerintah akan menjual antara 200 juta dan 326 juta ayam sepanjang tahun untuk membantu menaikkan harga di tingkat peternak agar berada dalam kisaran harga referensi antara Rp 21.000 dan Rp 23.000 per kg.
Hal ini, katanya, akan mengimbangi biaya per unggas hidup dan meningkatkan margin peternakan komersial.