14 Desember 2022
PHNOM PENH – Perdana Menteri Hun Sen telah menyatakan keraguannya bahwa krisis Myanmar akan segera teratasi dan telah mengesampingkan kunjungan ketiga Menteri Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Prak Sokhonn dalam kapasitasnya sebagai utusan khusus Ketua ASEAN.
Pernyataan tersebut disampaikannya pada tanggal 12 Desember saat bertemu dengan lebih dari 2.000 anggota diaspora Kamboja di Eropa yang datang menemuinya di Brussels, Belgia, di mana ia diperkirakan akan menjadi salah satu ketua KTT peringatan ASEAN-UE. Acara pada tanggal 14 Desember ini merupakan peringatan 45 tahun Kemitraan Dialog ASEAN-UE.
“Saya memperkirakan Myanmar akan membutuhkan setidaknya lima tahun lagi untuk menyelesaikan masalah ini. Jika seseorang berpikir mereka mempunyai solusi yang baik untuk masalah tersebut, mereka harus mencoba menyelesaikannya. Masa jabatan saya hampir selesai, jadi Utusan Khusus Ketua ASEAN tidak akan kembali ke Myanmar,” ujarnya.
Ia menambahkan, ketika Kamboja menjadi ketua ASEAN pada tahun ini, memang sudah merupakan masa yang sangat rumit, namun di saat yang sama, banyak juga pencapaian Kamboja yang menunjukkan kepercayaan diri, kapasitas dan tanggung jawabnya sebagai ketua ASEAN.
“Saat kami menghadiri KTT ASEAN-AS, saya berbicara kepada para pemimpin ASEAN dan presiden AS. Saya bilang ketua ASEAN tahun ini ibarat kentang panas atau batu panas,” ujarnya. “Tetapi saya tertawa kecil dan mengatakan bahwa saya akan segera melemparkan batu panas ini kepada Presiden Indonesia.”
Hun Sen mengatakan bahwa tidak seperti konflik Rusia-Ukraina, perselisihan mengenai Laut Cina Selatan tidak seburuk ini karena terdapat negosiasi yang sedang berlangsung untuk menetapkan Kode Etik untuk Laut Cina Selatan (COC).
Salah satu agenda Hun Sen selama berada di Eropa adalah menghadiri konferensi internasional untuk mendukung rakyat Ukraina. Awal tahun ini, pada KTT ASEAN di Phnom Penh, Ukraina menandatangani Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (TAC), sehingga jumlah negara yang menandatanganinya mencapai 50 negara.
Mengenai krisis Myanmar, Hun Sen mengatakan kepada duta besar Jepang untuk Kamboja, Mikami Masahiro, pada tanggal 8 Desember bahwa Kamboja telah berupaya membantu negara tersebut kembali ke keadaan normal, namun kini giliran Indonesia yang akan kembali ke keadaan normal pada tahun 2023. tentang masalah ini.
Pada bulan November, Sokhonn mengeluarkan pernyataan yang mendukung pembebasan massal tahanan oleh Dewan Administrasi Negara (SAC) yang berkuasa di Myanmar, dengan mengatakan bahwa hal tersebut merupakan langkah penting dan hal yang benar untuk dilakukan untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi dialog antara pihak-pihak yang bertikai. Sekitar waktu itu, utusan khusus tersebut mengumumkan bahwa ia akan melakukan perjalanan ketiga ke Myanmar untuk memperbarui upaya membantu negara tersebut kembali ke jalur demokrasi, namun kini rencana tersebut dilaporkan telah dibatalkan.
Thong Mengdavid, peneliti di Pusat Studi Strategis Mekong di Asian Vision Institute, mengatakan masalah Myanmar masih sangat rumit dan melibatkan banyak faktor dan campur tangan negara-negara besar dari luar.
Dia menambahkan bahwa meskipun Hun Sen dan Sokhonn melakukan upaya serius untuk mencoba menengahi situasi Myanmar dalam kapasitas Kamboja sebagai ketua ASEAN, SAC tampaknya mengabaikan komitmen mereka terhadap negosiasi perdamaian dan sering memprovokasi tindakan seperti eksekusi atau melakukan penyerangan. pada warga sipil.
“Kamboja akan terus bekerja sama dengan ASEAN di bawah mekanisme troika untuk meringankan situasi Myanmar dalam mendukung Indonesia sebagai ketua ASEAN yang baru. Kamboja juga dapat terus menyerukan perdamaian dan membantu membangun kepercayaan di antara semua pihak terkait untuk bernegosiasi guna mengakhiri krisis politik dan menyelenggarakan pemilu yang demokratis,” ujarnya.