6 April 2023
JAKARTA – Semakin banyak pelanggan di Indonesia yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan berupaya mengurangi emisi karbon dengan membuat pilihan cerdas.
Influencer Indonesia Ankayama memutuskan untuk hanya membeli produk kecantikan organik dan vegan pada tahun 2019. Keputusan ini terutama berasal dari keinginannya untuk melindungi kulit sensitifnya dan Planet Bumi.
“Produk nabati dan organik bersifat biodegradable,” kata Ankayama saat peluncuran Inisiatif Keberlanjutan Karbon Offset BASE x JEJAKIN di Taman Wisata Alam Mangrove, Jakarta Utara, pada 1 Maret. “Jadi, produk ini tidak hanya bermanfaat bagi kulit saya, tapi juga lingkungan.”
Penggemar kecantikan adalah salah satu dari sekian banyak. Belakangan ini, semakin banyak pelanggan Indonesia yang sadar lingkungan dan mengonsumsi produk ramah lingkungan.
Pergeseran perilaku pembelian
“Kami melihat meningkatnya minat masyarakat Indonesia untuk mempraktikkan konsumerisme secara sadar,” kata Ratih Permata Sari, salah satu pendiri dan chief product officer merek kosmetik dan perawatan kulit lokal BASE. “Ketika mereka membeli sesuatu, mereka melihatnya sebagai suara untuk tujuan atau gerakan yang mereka dukung.”
Stella Septania Farronikka, panel ahli lingkungan, tata kelola sosial (ESG) dan pembangunan berkelanjutan di National Center for Corporate Reporting (NCCR), setuju.
“Saya pikir pandemi (COVID-19) benar-benar membuka mata kita tentang bagaimana tindakan kita dapat berdampak pada seluruh dunia,” ujarnya pada 2 Maret saat mengikuti kelas jurnalisme di kantor BNP Paribas AM di Sequis Tower, Jakarta Selatan.
Akibatnya, banyak orang kini menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Generasi Milenial dan Generasi Z tampaknya lebih peduli terhadap lingkungan dibandingkan generasi yang lebih senior. Banyak dari mereka yang mempertimbangkan kelestarian lingkungan sebelum memutuskan membeli atau berinvestasi.
“Generasi Milenial dan Gen Z tumbuh dengan melihat fenomena perubahan iklim di mana-mana,” kata Stella. “Jadi, mereka lebih sadar lingkungan dan ingin mengambil tindakan nyata untuk mengekang (perubahan iklim).”
Mengetahui berarti mengambil tanggung jawab
Rasis Putra Ritonga, pengelola data Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), telah membeli sebagian besar pakaian, jaket, dan sepatunya dari toko barang bekas setempat sejak tahun 2018.
Ilmuwan data membuat keputusan penting ini terutama untuk mengurangi jejak karbonnya.
“Setiap orang rata-rata mengeluarkan empat ton karbon per tahun,” kata Rasis saat wawancara di Senayan City, Jakarta Pusat, pada 25 Maret. “Jumlah ini sangat besar dan berkontribusi langsung terhadap pemanasan global.”
Pembelian secara sadar adalah cara untuk menurunkan emisi karbon dan memperlambat pemanasan global.
“Apa yang kita konsumsi itu penting,” kata Didi Kaspi Kasim, Pemimpin Redaksi National Geographic Indonesia, di Cibubur Junction, Jakarta Timur, 3 Maret.
“Saat ini tingkat kepunahan spesies (Indonesia) sudah cukup tinggi,” kata Didi. “Dalam 10-20 tahun ke depan, Indonesia bisa kehilangan banyak flora dan fauna endemik karena perilaku pembelian kita.”
Sebagai konsumen yang bertanggung jawab, Didi membiasakan diri untuk meneliti produk yang dikonsumsinya dan produsennya.
“Saya selalu berusaha untuk mendapatkan informasi yang baik tentang produk yang saya konsumsi, serta perusahaan yang memproduksinya,” kata Didi. “Saya ingin tahu apa yang dilakukan (perusahaan-perusahaan ini) terhadap lingkungan dan orang-orang di sekitar mereka sebelum saya mendukung mereka (dengan membeli produk mereka).”
Efek riak
Ketika pelanggan menjadi lebih sadar lingkungan, perusahaan telah berevolusi menjadi lebih ramah lingkungan dalam operasionalnya.
“(Perusahaan kami) melakukannya secara end-to-end,” kata Ratih Permata Sari dari BASE. “Pertama-tama kami mencoba menghindari emisi karbon dan kemudian menghilangkan jejak karbon yang tidak dapat dihindari.”
Untuk mengurangi emisi karbon, brand kecantikan dan perawatan kulit lokal ini menggunakan tanaman yang tidak terancam punah sebagai bahan produknya. BASE juga menggunakan plastik biodegradable dan tinta kedelai untuk kemasannya.
Dan untuk mengimbangi jejak karbon yang tak terhindarkan, perusahaan baru-baru ini menanam lebih dari 2.300 pohon bakau dan nangka di Jakarta; Semarang, Jawa Tengah; dan Lampung.
“Kami yakin upaya penyelamatan lingkungan adalah upaya menyelamatkan diri kita sendiri,” tambah Ratih. “Dan sebagai pelaku industri, kami dapat menciptakan efek riak dengan menginspirasi pelanggan dan pelaku bisnis lainnya (untuk lebih ramah lingkungan).”
Sementara itu, perusahaan pengemasan SIG Combibloc Indonesia bertujuan untuk mendorong pelanggan Indonesia untuk memilah dan mendaur ulang sampah mereka dengan mendirikan titik pengantaran di Cibubur Junction, Jakarta Timur.
“Indonesia menghasilkan lebih dari 19 ton sampah per tahun,” kata Noer Wellington, kepala pasar SIG untuk Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. “Lima ton di antaranya adalah plastik. Namun 72 persen penduduk (Indonesia) belum terbiasa memilah dan mengelola sampah dengan baik.”
Masyarakat dapat membawa sampah non-organiknya ke titik pengantaran dengan imbalan poin reward yang dikumpulkan untuk mendapatkan beberapa produk.
“Kami menambahkan bahan bakar ke dalam api,” kata Noer. “Seiring dengan semakin pedulinya pelanggan terhadap lingkungan, kami mendorong perubahan perilaku positif dengan mendorong mereka untuk memilah sampah dan mengantarkannya ke titik pengantaran.”
Menjadi minimalis
Selain selektif dalam membeli produk, semakin banyak pelanggan Indonesia yang menerapkan gaya hidup minimalis, hanya membeli seperlunya saja.
“(Minimalis) juga bagian dari pembelian secara sadar,” kata Didi, Pemimpin Redaksi National Geographic Indonesia. “Kita tidak boleh membeli barang-barang yang tidak perlu kita penuhi.”
Caine Aurillia, perwakilan gerakan fesyen berkelanjutan Setali Indonesia, telah mempraktikkan gaya minimalis sejak awal tahun 2020.
“Saya sudah tiga tahun tidak membeli baju baru,” kata Caine saat wawancara di Senayan City, 25 Maret.
Penggemar slow-fashion membuat komitmen drastis ini ketika dia menyadari bahwa fesyen saat ini merupakan industri dengan polusi terbesar ketiga di dunia dan mengeluarkan sekitar 10 persen gas rumah kaca global.
Caine juga berbagi tips menjadi konsumen yang lebih sadar dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
“Sebelum membeli sesuatu, pastikan Anda mengetahui siapa pembuatnya dan bahan apa yang digunakan untuk membuatnya,” ujarnya. “Dan juga, apakah para pekerjanya dibayar dengan upah yang adil?”
Di era digital ini, penelitian ini dapat dilakukan hanya dengan beberapa klik di gadget Anda.
“Yang terpenting, belilah yang lokal,” tambah Caine. “Ini tentu saja membantu mengurangi jejak karbon Anda.”