Larangan berbuka puasa bagi PNS di Indonesia menimbulkan reaksi balik

24 Maret 2023

JAKARTA – Larangan presiden terhadap pertemuan buka puasa bagi pejabat pemerintah selama bulan suci Ramadhan, dengan dalih mencegah penyebaran COVID-19 hampir tiga bulan setelah semua pembatasan pandemi dicabut, telah memicu reaksi balik dari beberapa partai politik Islam.

Dalam surat edaran yang ditandatangani Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyatakan bahwa COVID-19 di Indonesia sedang bergerak dari pandemi menuju transisi endemik, oleh karena itu diperlukan kehati-hatian untuk memfasilitasi hal tersebut.

“Menteri Dalam Negeri diharapkan meneruskan arahan ini kepada gubernur, bupati, dan wali kota,” bunyi surat edaran tertanggal 21 Maret yang salinannya menjadi viral pada Kamis.

Kebijakan tersebut menuai kritik dari kelompok Islam, yang menuduh presiden bias terhadap komunitas Muslim. Beberapa pihak menyatakan bahwa pembatasan pandemi ini secara bertahap dilonggarkan hingga sepenuhnya dicabut pada akhir bulan Desember, dan larangan tersebut tidak lagi berlaku pada acara-acara yang menarik banyak orang, seperti konser, pameran, dan bahkan pernikahan besar, termasuk pesta pernikahan presiden. putra.

Baca juga: Larangan PNS berbuka puasa bisa menjadi bumerang bagi Jokowi: Yusril

‘Tidak bijaksana, tidak adil’

Yursril Ihza Mahendra, pemimpin Partai Bulan Sabit Awal (PBB), sebuah partai Islam kecil pro-pemerintah, meminta Sekretariat Kabinet untuk meninjau ulang surat edaran tersebut dan mengizinkan pegawai negeri untuk mengadakan acara buka puasa.

Saya khawatir kebijakan tersebut dijadikan dalih untuk mendiskreditkan pemerintah dan menuduh pemerintahan Jokowi anti-Islam, ujarnya dalam keterangannya, Kamis.

Surat edaran itu hanya sebatas kebijakan dan tidak berdasarkan undang-undang tertentu, kata Yusril, sehingga bisa dengan mudah direvisi setelah dinilai manfaatnya.

Din Syamsuddin, Ketua Umum Partai Pelita, juga mengecam kebijakan tersebut dan menyebutnya “tidak bijaksana” dan “tidak adil”.

“Sangat tidak bijaksana karena seolah-olah tidak memahami maksud dan tujuan buka puasa (buka puasa) yang (termasuk) mempererat silaturahmi, yang justru bisa meningkatkan kinerja PNS,” kata Din, mantan pegawai negeri sipil. kata Ketua Umum Muhammadiyah. , organisasi Muslim terbesar kedua di negara itu.

“Tidak adil karena alasannya dibuat-buat, mengacu pada bahaya COVID-19. Apakah Presiden melanggar peraturannya sendiri dengan mengadakan pernikahan besar-besaran dan menimbulkan kerumunan? Bukankah presiden sendiri baru-baru ini berada di tengah kerumunan?”

Din juga menyayangkan kebijakan tersebut dikeluarkan saat umat Islam sudah mulai berpuasa dan bersiap menggelar acara buka puasa.

Ramadhan dimulai pada malam tanggal 22 Maret.

Baca juga: Di bulan Ramadhan, mari kita fokus pada solidaritas dengan generasi mendatang

Bukan larangan menyeluruh

Partai-partai Islam dalam koalisi yang berkuasa terpecah mengenai kebijakan tersebut.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan bahwa menggunakan pandemi ini sebagai alasan untuk melarang pertemuan berbuka puasa adalah tindakan yang salah.

“Surat edaran tersebut tidak boleh dilihat sebagai upaya untuk melarang acara yang melibatkan komunitas Muslim,” kata eksekutif PPP Achmad Baidowi dalam sebuah pernyataan. “Kami berharap (acara) buka puasa tidak dilarang.”

Sementara itu, Partai Amanat Nasional (PAN) membela kebijakan tersebut dengan mengatakan kebijakan tersebut tidak dimaksudkan untuk mendiskriminasi komunitas Muslim.

“Presiden Jokowi melarang pejabat pemerintah pusat hingga daerah mengadakan acara buka puasa. Ini bukan larangan umum terhadap acara buka puasa yang diadakan masyarakat,” kata Sekjen PAN Eddy Suparno.

“Jangan (membuat) seolah-olah masyarakat dilarang mengadakan acara buka puasa,” tegasnya.

Dalam upaya yang sia-sia untuk meredakan kemarahan atas kebijakan tersebut, Kementerian Kesehatan mengklarifikasi bahwa anggota masyarakat masih dapat mengadakan acara buka puasa selama bulan Ramadhan atau open house selama Idul Fitri, dan menekankan bahwa larangan tersebut hanya berlaku untuk pejabat pemerintah.

Masih belum jelas mengapa pemerintah percaya bahwa melarang pejabat mengadakan acara buka puasa sambil mengizinkan masyarakat melakukannya akan efektif dalam mencegah penyebaran COVID-19.

Baca juga: Perdamaian dan persatuan, bukan politik identitas, sebagai prinsip ‘inti’ Ramadhan

‘Tidak masuk akal’

Pandu Riono, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, mengatakan tidak ada alasan untuk memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat, seperti acara buka puasa atau konser, setelah pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dicabut tahun lalu.

“Sebagai ahli epidemiologi, saya tidak setuju karena ini bukan kebijakan yang rasional,” ujarnya.

Dia menduga presiden mungkin mencoba menghentikan para pejabat untuk memamerkan kekayaan mereka selama bulan Ramadhan, karena banyak orang yang dikecam dan dipermalukan di depan umum karena memperlihatkan gaya hidup mewah mereka di media sosial.

“Kebijakan ini tidak masuk akal jika transisi dari pandemi ke endemi dijadikan alasan,” tambah Pandu.

Pemerintah mencabut PPKM pada 30 Desember 2022. Arahan terkait yang dikeluarkan oleh Layanan Domestik pada tanggal yang sama terdapat ketentuan yang mewajibkan pemerintah daerah untuk mengambil tindakan “proaktif” dan “persuasif” untuk mencegah lonjakan COVID-19 ketika negara tersebut bergerak menuju transisi endemik.

Kesalahan politik?

Presiden Jokowi telah lama menghadapi tantangan politik dari kelompok Islam yang terkait dengan Salafisme dan bergerak gerakan-gerakan seperti organisasi terlarang Hizbut Tahrir, serta faksi garis keras Muhammadiyah, yang berulang kali mempertanyakan kredibilitasnya sebagai pemimpin Muslim.

Kebijakan buka puasa memicu sentimen anti-pemerintah di kalangan oposisi Islam di media sosial.

Hal ini juga bisa menjadi kesalahan politik bagi presiden, yang berupaya mempengaruhi pencarian penggantinya dengan melobi partai politik mengenai kandidat pilihannya untuk pemilihan presiden tahun 2024.

Disebut-sebut sebagai calon penantang oposisi, Anies Baswedan sangat populer di kalangan Muslim konservatif dan perkotaan. Pada pemilihan gubernur tahun 2017, Anies berhasil memanfaatkan gelombang konservatisme Islam dan memenangkan jabatan tertinggi di ibu kota.

“Tidak boleh ada standar ganda,” kata Ujang Komarudin, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia.

“Muslim konservatif dan bahkan kelompok Muslim lainnya akan kecewa dan tidak lagi mempercayai Jokowi.” (awww)

link alternatif sbobet

By gacor88