Lebih dari 200 pekerja kesehatan garis depan di Indonesia belum mendapatkan kompensasi finansial

18 Januari 2023

JAKARTA – Lebih dari 200 petugas kesehatan belum menerima insentif finansial yang dijanjikan atas pekerjaan mereka di garis depan respons pandemi di Indonesia pada tahun 2022, demikian temuan inisiatif data independen LaporCOVID-19.

Organisasi ini menerima total 241 laporan keterlambatan pembayaran insentif, yang sebagian besar disampaikan oleh tenaga kesehatan di Jawa Barat dan Jawa Timur, yang sebagian besar bekerja di rumah sakit swasta maupun rumah sakit milik pemerintah daerah.

“Meskipun beberapa orang dalam laporan mengatakan bahwa mereka mengurangi insentif mereka, sebagian besar dalam laporan mengatakan bahwa mereka menghentikan (insentif mereka). Mereka mungkin sudah menerimanya pada tahun 2021, tetapi pada tahun 2022 mereka tidak menerimanya,” kata Siswo Mulyartono, peneliti LaporCOVID-19, dalam jumpa pers, Minggu.

Hal ini, kata dia, disebabkan adanya perubahan kebijakan pada tahun lalu.

“Pada tahun 2021 (anggaran) untuk insentif keuangan ini diperoleh secara eksklusif dari pemerintah pusat. Namun pada tahun 2022, bagi tenaga medis yang bekerja di rumah sakit milik pemerintah daerah, insentifnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).”

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan yang ditandatangani pada Maret tahun lalu, seluruh tenaga kesehatan yang menangani kasus virus corona, mulai dari yang bekerja di rumah sakit, tempat isolasi sementara hingga yang bekerja di laboratorium, berhak mendapatkan insentif bulanan mulai dari berapa hari. mereka bekerja dan posisi mereka. Perawat dapat memperoleh penghasilan hingga Rp 7,5 juta (US$497) dan dokter spesialis hingga Rp 15 juta.

Anggaran insentif pada rumah sakit swasta maupun rumah sakit milik pemerintah pusat, termasuk rumah sakit militer dan tenda darurat yang didirikan pada masa puncak pandemi, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara anggaran insentif rumah sakit milik pemerintah daerah diperoleh dari APBD masing-masing.

“Tapi (pemerintah daerah) sering mengaku tidak punya uang (untuk membayar insentif), padahal pemerintah bertanggung jawab memastikan pekerja medis mendapat kompensasi,” kata Siswo.

Intimidasi

LaporCOVID-19 juga menemukan beberapa petugas kesehatan yang mengaku menjadi sasaran intimidasi majikannya setelah mengeluhkan keterlambatan insentif. Hal ini termasuk kasus yang melibatkan seorang pekerja asal kota Semarang, Jawa Tengah, yang akhirnya kehilangan pekerjaannya di rumah sakit daerah setelah mengajukan pengaduan.

Pekerja yang tidak mau disebutkan namanya dan berbicara melalui rekaman suara saat konferensi pers hari Minggu, mengatakan bahwa pada Juli tahun lalu dia telah menyampaikan laporan tentang insentif yang belum dibayar pada bulan Februari dan Maret ke LaporCOVID-19, yang kemudian mengirimkan laporan tersebut ke Dinas Kesehatan Semarang. terkirim.

Keadaan menjadi lebih buruk ketika keluhan pekerja tersebut diketahui oleh manajemen rumah sakit.

“(Setelah pihak rumah sakit mengetahuinya) Saya disuruh sidang oleh wakil direktur (rumah sakit). Mereka mengatakan kepada saya bahwa, karena mengajukan pengaduan, saya akan dihukum,” kata pekerja tersebut.

Pada 23 Desember 2022, pihak rumah sakit memberi tahu pekerja tersebut bahwa ia gagal dalam tes psikologi wajib untuk perpanjangan kontrak. Pekerja tersebut menerima surat pemecatan awal bulan ini dan tidak memiliki pekerjaan lain sejak saat itu.

“Ini merupakan pukulan berat bagi saya, karena saya tidak hanya memperjuangkan hak saya sendiri, tetapi saya meminta hak seluruh tenaga kesehatan yang pernah merawat pasien COVID-19,” ujarnya.

Kerugian bagi para profesional kesehatan

Meskipun pandemi ini mulai menunjukkan tanda-tanda mereda secara bertahap di tengah rendahnya beban kasus harian di negara tersebut dan pihak berwenang telah mencabut semua pembatasan mobilitas yang ada, krisis kesehatan ini telah berdampak buruk pada petugas kesehatan.

Berdasarkan data peringatan online laporCOVID-19, lebih dari 2.000 petugas kesehatan tewas melawan pandemi sejak Maret 2020.

Pengamatan lebih dekat terhadap data menunjukkan bahwa sebagian besar meninggal pada puncak gelombang kedua infeksi yang mematikan pada bulan Juli 2021, dengan lebih dari 500 petugas kesehatan kehilangan nyawa pada bulan tersebut.

Secara terpisah, studi tahun 2022 yang dilakukan oleh World Innovation Summit for Health (WISH) dan Qatar Foundation bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan bahwa setidaknya seperempat profesional kesehatan yang disurvei mengalami kecemasan, melaporkan gejala depresi, dan kelelahan.

Toto SGP

By gacor88