22 Mei 2023
JAKARTA – Masyarakat akan memiliki cukup waktu antara bulan Agustus dan September untuk menyelidiki dan menantang kelayakan ribuan calon legislatif, yang saat ini sedang menjalani pemeriksaan administratif di Komisi Pemilihan Umum (GEC). Kami menyerukan kepada masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam melakukan seleksi terhadap para kandidat untuk memastikan bahwa para anggota legislatif berikutnya akan memberikan checks and balances yang membuat demokrasi dapat berjalan.
Kami juga mengimbau KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan pemantau pemilu terdaftar untuk menyebarkan informasi mengenai calon legislatif kepada para pemilih, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sehingga mereka tidak mengambil keputusan di TPS berdasarkan pertimbangan. pada imbalan uang, namun pada harapan mereka untuk Indonesia yang lebih baik.
Penangkapan Johnny Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika yang juga Sekretaris Jenderal Partai NasDem dan salah satu caleg partai baru-baru ini, serta pemenjaraan banyak politisi dari berbagai partai selama beberapa tahun terakhir, patut ditiru. seruan lain bagi bangsa ini untuk memilih orang yang tepat dalam pemilihan legislatif dan presiden pada bulan Februari tahun depan.
Johny adalah menteri kabinet kelima pada masa pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang terpuruk karena korupsi. Mantan Menteri Olahraga Imam Nahrawi, mantan Menteri Sosial Idrus Marham dan Juliari Batubara, serta mantan Menteri Perikanan Edhy Prabowo dinyatakan bersalah melakukan korupsi. Mereka semua adalah politisi dari koalisi yang berkuasa.
Kita tidak boleh membiarkan diri kita menjadi mangsa tipu muslihat para politisi “apel busuk” pada pemilu mendatang.
Banyaknya politisi, baik di tingkat nasional maupun daerah, yang dinyatakan bersalah melakukan korupsi seharusnya memberikan pelajaran yang sangat baik kepada para pemilih. Pada 14 Februari 2024, mereka tidak boleh mengulangi kesalahannya dalam memilih calon hanya karena suku, agama, atau bahkan daya tarik fisiknya, tanpa menggali lebih dalam rekam jejaknya.
Diperkirakan 206 juta pemilih akan datang ke tempat pemungutan suara pada Februari mendatang untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta presiden dan wakil presiden secara bersamaan.
Kini setelah 18 partai politik peserta pemilu legislatif sudah mengajukan calonnya ke KPU, sudah saatnya masyarakat mencermati calonnya secara langsung dan pribadi. Mereka tidak boleh menganggap remeh pilihan partai politik, tetapi mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang mereka, termasuk rahasia kelam apa pun.
Laporan dan penelitian media menemukan bahwa jual beli suara merajalela pada pemilu-pemilu sebelumnya, karena para kandidat tidak hanya bertarung melawan lawan dari partai lain, namun juga sesama anggota partai. Karena para kandidat telah berinvestasi besar-besaran untuk memenangkan kursi, mereka biasanya mencari keuntungan dengan segala cara, termasuk korupsi.
Oleh karena itu, memilih kandidat yang terlibat dalam jual beli suara sangat mungkin berujung pada politisi korup, yang mencuri dana pemerintah yang dialokasikan untuk peningkatan kesejahteraan bangsa. Memilih kandidat yang salah dapat merugikan pembangunan dan kemajuan negara.
Pemilu legislatif mendatang akan mempertemukan 18 partai politik, termasuk pendatang baru Partai Ummat, Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), dan Partai Kebangkitan Nusantara. Berkat statusnya sebagai daerah istimewa, di Aceh akan terdapat enam partai lokal yang ikut serta dalam pemilu legislatif tingkat provinsi dan daerah.
KPU akan mengungkap calon legislatif sementara pada Agustus mendatang dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengkaji dan menyampaikan keberatan mulai 6 Agustus hingga 11 Agustus. Pada 24 September hingga 3 Oktober, masyarakat kembali mendapat kesempatan mengecek ulang calon sebelum KPU memfinalisasi daftarnya.
Sekali lagi, kami mengimbau masyarakat menggunakan haknya untuk mengusut rekam jejak calon legislatif sedini mungkin. Jika tidak, kita hanya akan berakhir dengan “membeli kucing di dalam tas”, ungkapan bahasa Indonesia yang mirip dengan membeli babi di ladang.