8 Agustus 2023
JAKARTA – Pada Dialog Demokrasi yang diadakan oleh The Jakarta Post sebagai bagian dari perayaan hari jadinya yang ke-40, salah satu panelis memberikan pengamatan yang sangat mendalam tentang bagaimana kelas menengah yang sedang berkembang di Indonesia, dan tentu saja kaum muda yang merupakan bagian penting darinya, harus jangan bingung dengan mesin demokrasi yang andal.
Kesimpulan ini diambil sebagai jawaban atas pertanyaan dari para hadirin mengenai apakah ada gunanya bagi Indonesia untuk mengupayakan demokrasi yang lebih substantif, pada saat “versi minimalis” sudah mencapai tujuannya.
Latar belakang dari pertanyaan ini mungkin dipengaruhi oleh topik-topik yang diangkat sepanjang hari, apakah itu adalah peran berbahaya dari Teknologi Besar dalam mengubah perilaku kita (yang terlintas dalam pikiran adalah penyebaran malapetaka dan pamer media sosial yang dangkal), peran perekonomian dalam demokrasi, atau bagaimana Asia Tenggara begitu beragam sehingga Anda bisa melihat demokrasi berkembang di satu sudut dan junta di sudut lain.
Semua isu ini diangkat untuk menjawab pertanyaan: Apakah demokrasi berkelanjutan di Asia Tenggara?
Seperti halnya pertanyaan apa pun yang menyentuh keberlanjutan, perspektif generasi muda (alias masa depan) harus menjadi komponen sentral dalam diskusi mengenai ketahanan demokrasi. Jadi mungkin ada bahayanya jika kita berpendapat bahwa demokrasi tidak boleh diserahkan kepada generasi muda.
Dalam lanskap global yang berkembang pesat, Asia Tenggara berada di persimpangan jalan kemajuan, berupaya membentuk nasibnya sebagai kekuatan ekonomi, politik, dan budaya. Ada yang berpendapat bahwa seiring dengan bergeraknya dunia menuju era digital, memberdayakan generasi berikutnya dengan pendidikan berkualitas dan peluang kerja dapat menjadi katalis penting bagi pertumbuhan dan kesejahteraan regional.
Mengapa pendidikan dan pekerjaan? Demografi kaum muda yang kompetitif mempunyai dampak yang besar di luar dampak ekonominya, namun juga menyentuh inti kohesi sosial, stabilitas, dan tatanan demokrasi di negara-negara Asia Tenggara.
Pentingnya pemberdayaan kaum muda dengan jalur menuju mobilitas ke atas dan lapangan kerja yang bermakna tidak dapat dilebih-lebihkan, demikian pendapat beberapa ahli, karena hal ini berfungsi sebagai tindakan balasan yang penting terhadap kekuatan-kekuatan yang berpotensi mengganggu stabilitas yaitu kerusuhan dan kekecewaan sosial.
Inti dari konsep ini terletak pada pengakuan bahwa kurangnya kesempatan bagi kaum muda dapat memicu rasa frustrasi, kekecewaan, dan rasa terputus dari kerangka sosial yang lebih luas.
Hal ini bisa jadi merupakan perbedaan antara kelas menengah muda di Indonesia, yang seolah-olah membiarkan terkikisnya kebebasan sipil demi mendukung demokrasi yang “performatif”, dan kelas menengah di Myanmar atau bahkan Thailand, yang mendukung dorongan untuk melakukan pergolakan besar-besaran, terkadang dengan risiko kehilangan nyawa mereka.
Berdasarkan Indeks Pembangunan Pemuda ASEAN tahun 2022, Indonesia memperoleh skor 0,544 pada kategori pendidikan, lebih rendah dibandingkan rata-rata regional sebesar 0,56. Pada kategori pembangunan pemuda, Indonesia memperoleh skor 0,437, lebih rendah dibandingkan rata-rata regional sebesar 0,54.
Menjadi kurang kompetitif dibandingkan negara-negara lain di kawasan akan menimbulkan bahaya besar jika Indonesia tidak mengatasi permasalahan ini, demikian pendapat para ahli dan pejabat.
Sebaliknya, ketika generasi muda dibekali dengan alat untuk sukses, kecil kemungkinannya mereka akan menjadi korban ideologi ekstremis atau terlibat dalam tindakan kekerasan yang didorong oleh rasa frustrasi dan putus asa. Sebaliknya, mereka menjadi agen perubahan positif, mampu menyalurkan energi mereka ke dalam upaya konstruktif yang berkontribusi terhadap perbaikan masyarakat secara keseluruhan.
Pemuda yang berdaya juga lebih mungkin untuk terlibat dalam proses demokrasi, menggunakan pendidikan dan pengalaman mereka untuk membuat pilihan yang tepat dan menjaga akuntabilitas pemimpin mereka.
Ketika individu-individu muda ini naik pangkat dalam kepemimpinan dan pengaruh, mereka membawa perspektif segar, ide-ide inovatif, dan pemahaman mendalam tentang tantangan yang dihadapi masyarakat mereka. Keberagaman pemikiran ini memperkaya diskusi kebijakan dan proses pengambilan keputusan, sehingga menghasilkan solusi yang lebih komprehensif dan efektif terhadap permasalahan yang kompleks.
Saatnya berinvestasi untuk masa depan, karena nasib daerah ada di tangan generasi muda.