8 Mei 2023
JAKARTA – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang berkuasa bisa menghadapi perjuangan berat untuk membentuk “koalisi pra-pemilu” yang kuat untuk bersaing dalam pemilihan presiden tahun 2024 dalam upayanya untuk mengambil kendali pemerintahan berikutnya, kata para analis.
Meskipun merupakan satu-satunya partai yang berhak mengajukan calon presiden tanpa membentuk aliansi, pemimpin PDI-P Megawati Soekarnoputri mengatakan ia menyambut baik partai-partai pro-pemerintah lainnya yang tertarik untuk bergabung dengan partai yang berkuasa dan mendukung calon presidennya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
“Saya sudah memberikan ruang bagi (pihak mana pun yang mau) bekerja sama dengan kami. Tampaknya yang pertama adalah PPP,” kata Megawati kepada wartawan di sela-sela seminar di Bali pada hari Jumat, mengacu pada Partai Persatuan Pembangunan yang berbasis Muslim.
Pernyataannya muncul ketika partai-partai pro-pemerintah lainnya mendorong pembentukan blok politik alternatif untuk mendukung Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, ketua Partai Gerindra dan mantan saingan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.
“Saya dengar ada partai lain yang meminta Puan (atau) menganjurkan pertemuan (dengan PDI-P),” lanjut Megawati, merujuk pada putrinya Puan Maharani, yang juga merupakan pengurus PDI-P dan Ketua DPR. adalah Perwakilan. “Saya menyuruhnya untuk melanjutkan dan kami akan mengaturnya,” katanya.
Ia menambahkan, partai juga harus menentukan calonnya pada pemilu legislatif yang digelar bersamaan dengan pemilu presiden tahun depan. “Kalau soal (pilpres), saya juga punya tugas mencari cawapres. Biar saya pikir mana yang harus didahulukan,” kata Megawati.
Airlangga Pribadi, dosen ilmu politik di Universitas Airlangga Surabaya, mengatakan meski ada kebutuhan bagi PDI-P untuk “memperluas spektrum dukungannya” untuk membantu Ganjar memenangkan kursi kepresidenan, tampaknya partai terbesar di negara itu juga “menempati posisi yang sama”. -Konstelasi kekuatan 2014″ sebagai bagian dari persamaan.
“Koalisi primer minoritas yang bisa (dipertahankan) setelah pemilu akan menimbulkan risiko politik yang tinggi, seperti kebuntuan dan ketegangan antara eksekutif dan legislatif,” ujarnya.
“Sejak awal, pembentukan aliansi elektoral (memberikan dukungan politik yang signifikan) akan membantu PDI-P menghindari perundingan politik yang lebih rumit (akibat) tekanan oposisi yang signifikan pada pemerintahan pasca pemilu,” ujarnya.
Namun, hal ini tidak akan mudah, menurut Ahmad Khoirul Umam, seorang analis di Universitas Paramadina, yang menunjukkan indikasi bahwa beberapa partai pro-pemerintah tidak senang dengan dominasi PDI-P dalam pemerintahan saat ini.
Baca juga: PDI-P tidak boleh mendominasi aliansi besar, kata Golkar
“Tampaknya ada arus bawah di kalangan partai pro-pemerintah yang memandang PDI-P terlalu dominan dan monopoli dalam pembagian kekuasaan di pemerintahan koalisi,” kata Umam.
“Persepsi bahwa PDI-P dominan tentu saja memunculkan upaya partai-partai pro pemerintah untuk menemukan keseimbangan baru dalam koalisi menjelang pemilu,” tambahnya.
Pembicaraan untuk membentuk “koalisi besar” yang terdiri dari partai-partai besar di pemerintahan, terutama untuk mengajukan satu calon presiden bersama calon terdepan Ganjar dan Prabowo, tampaknya menemui jalan buntu karena PDI-P dan Gerindra sama-sama bersikeras agar pilihan mereka masing-masing dipilih. Presiden. .
Sedangkan yang pro pemerintah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang merupakan anggota Koalisi Persatuan Indonesia (KIB) yang dipimpin Partai Golkar, malah memutuskan untuk memberikan dukungannya kepada PDI-P. menyusul pencalonan Ganjar.
Di sisi lain, sesama anggota KIB, Golkar, bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), satu-satunya sekutu Gerindra dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), dalam upaya baru untuk memajukan negosiasi “koalisi besar” agar tetap berjalan. Prabowo sebagai calon calon mereka.
Baca juga: Golkar, PKB mencanangkan peran ‘drive’ dalam aliansi besar
Kini setelah pembicaraan mengenai calon pasangan Ganjar-Prabowo tampaknya gagal, kata Umam, tampaknya ada masalah baru dalam memilih calon wakil presiden dan mendistribusikan portofolio kabinet pada pemerintahan berikutnya.
“PDI-P mungkin punya preferensi sendiri (dalam pembagian jabatan di kabinet),” lanjutnya, mengacu pada pengalamannya selama satu dekade menjalankan pemerintahan Jokowi, yang kerap memandang presiden sebagai pejabat partai yang tidak punya wewenang. kendali.tidak punya. .
Dengan kata lain, “PDI-P mungkin merasa memenangkan pemilu (sebelumnya), tapi dalam artian tidak memerintah”, imbuhnya.
Namun, analis Pribadi mengatakan masih banyak ruang bagi aliansi untuk bergerak sebelum partai harus mendaftarkan calonnya.
“Sampai menit terakhir batas waktu November, kita akan melihat banyak negosiasi dan manuver politik,” ujarnya.