24 Maret 2023

JAKARTA – Penelitian mengenai pembakaran sampah menunjukkan bahwa cakupan praktik ini dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat lebih luas dari perkiraan sebelumnya.

Pemandangan pembakaran sampah merupakan hal yang umum dan tidak diinginkan, salah satunya karena apinya menyengat mata dan lubang hidung, serta menyebabkan kabut yang mengurangi jarak pandang. Namun penelitian terbaru yang dilakukan oleh startup pengelolaan sampah Waste4Change dan Yayasan Bicara Udara (Talk of Air) mengungkapkan bahwa praktik tersebut lebih dari sekadar gangguan yang tidak diinginkan.

Berjalan dengan panik

Dalam webinar terbaru bertajuk Wawasan Waste4Change: Menelusuri Aktivitas Pembakaran Sampah Terbuka di Wilayah Jabodetabek, organisasi tersebut mencatat bahwa laju pembakaran sampah setiap tahunnya melonjak, 240,25 Gigagram. selama periode penelitian antara tanggal 20 Agustus 2022 sampai dengan akhir tahun.

“Jumlah sampah yang terbakar di wilayah Jabodetabek diperkirakan mencapai 240,25 Gigagram setiap tahunnya atau setara dengan 108.825 hektare hutan yang terbakar saat kebakaran hutan di Kalimantan. Emisi karbon dari kebakaran tersebut diperkirakan mencapai 12.627,34 Gg, hampir sama dengan 14.280 Gg dari kebakaran hutan di Kalimantan pada tahun 2021,” kata Lathifah A. Mashudi, spesialis pasokan daur ulang Waste4Change, mengenai temuan tersebut dalam webinar pada 27 Februari lalu. pembakaran dari wilayah Jabodetabek menyumbang 9,42 persen dari seluruh emisi gas rumah kaca di Indonesia.”

Ia mengatakan, pembakaran sampah memiliki sejumlah manfaat jangka pendek, seperti abu sampah sebagai pupuk atau mengusir nyamuk di malam hari. Namun Lathifah menegaskan bahwa dampak jangka panjang dari pembakaran sampah lebih besar daripada manfaat yang dirasakan.

Dokter sementara kepala dinas kesehatan Pemprov DKI Aris Nurzamzami mendukung temuan Lathifah. Ia mencatat bahwa pembakaran sampah melepaskan senyawa kimia yang sama berbahayanya bagi lingkungan dan manusia karena bersifat karsinogenik.

“Satu ton sampah organik yang dibakar menghasilkan sembilan kilogram hidrokarbon berbahaya, serta senyawa kimia seperti karbon dioksida, sulfur dioksida, gas metana, nitrogen oksida, dan zat lainnya,” ujarnya. “Masalah ini menyoroti perlunya seluruh pemangku kepentingan untuk melanjutkan upaya membersihkan udara, karena pembakaran sampah berkontribusi terhadap polusi udara, air dan tanah, kebakaran hutan, dan perubahan iklim.”

Korban jiwa

Aris menambahkan, bahan kimia beracun dan berbahaya tersebut dapat menimbulkan penyakit bagi yang menghirup asapnya, mulai dari kanker hingga gangguan fisik dan saraf. Lathifah menyatakan bahwa dari 1.432 responden dalam penelitian tersebut, “mayoritas responden, yang sebagian besar berusia antara 18 hingga 34 tahun, menderita penyakit pernapasan dan iritasi mata akibat asap. Yang lainnya terganggu oleh kondisi kulit.”

Lathifah mencatat, yang melakukan praktik tersebut adalah oknum yang membakar sampah atas kemauannya sendiri, pihak yang disuruh membakar sampah, dan pemilik usaha.

“Dari survei tersebut diketahui bahwa 61,5 persen pelaku pembakaran sampah adalah perempuan, dan 36 persen di antaranya adalah ibu rumah tangga,” ujarnya. “Mereka juga merupakan kelompok terbesar yang kesehatannya terpengaruh oleh praktik ini, yaitu 77 persen.”

Terbakar : Sampah yang dibakar (JP/Bump Wirajuda) (JP/Bump Wirajuda)

Lathifah mengatakan dia mendorong penegakan hukum yang lebih ketat untuk mencegah praktik tersebut, serta meningkatkan kesadaran akan dampak buruknya terhadap kesehatan dan lingkungan.

Namun, ia mengatakan praktik tersebut masih meluas, karena “aksesibilitas dan ketersediaan lahan untuk membakar sampah, toleransi terhadap praktik tersebut, dan kurangnya layanan pengelolaan sampah di wilayah tersebut untuk membuang sampah. Banyak masyarakat juga tidak menyadari dampak berbahaya dari pembakaran sampah, atau larangan praktik tersebut.” Lathifah menambahkan bahwa para praktisinya enggan membayar biaya pengelolaan sampah, karena mereka memandang pembakaran sampah sebagai cara pembuangan sampah yang tercepat dan paling efisien. Ia menganjurkan penggunaan pengelolaan sampah yang lebih aman, termasuk pemilahan sampah menurut kategorinya, antara lain mengubah sampah organik menjadi kompos.

Meskipun undang-undang dan peraturan untuk mencegah pembakaran sampah sudah ada, Lathifah mengatakan, penerapannya memerlukan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Dia mendesak pemerintah provinsi untuk “meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan dan fasilitas sampah, menegakkan larangan pembakaran sampah dan bekerja sama dengan masyarakat untuk mencegah pembakaran sampah.”

Ia dan para ahli lainnya mendorong unit lokal organisasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk membantu menegakkan langkah-langkah tersebut, dan menanamkan protokol kesehatan serta prosedur Pola Hidup Bersih dan Sehat (PBHS) kepada masyarakat.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang pembakaran sampah berdasarkan undang-undang pengelolaan sampah tahun 2008. Sedangkan pelanggar dikenakan denda sebesar Rp. 500 ribu (US$32,41) berdasarkan undang-undang untuk pembakaran sampah dan cara membuang sampah ilegal lainnya, undang-undang tersebut telah gagal untuk mengekang pembakaran sampah di seluruh ibu kota pada tahun lalu, kecuali Kepulauan Seribu di lepas pantai Jakarta.

judi bola

By gacor88