Pengasingan politik Indonesia untuk mendapatkan kembali kewarganegaraan

18 Januari 2023

JAKARTA – Presiden Joko “Jokowi” Widodo akan memulihkan kewarganegaraan warga negara Indonesia yang tidak memiliki kewarganegaraan di luar negeri setelah pembersihan anti-komunis tahun 1965 yang menyebabkan terbunuhnya ribuan warga negara karena keterkaitan mereka dengan, atau dugaan keterkaitan dengan, Partai Komunis Indonesia ( PKI) ), kata seorang pejabat tinggi.

Kebijakan ini merupakan bagian dari komitmen baru pemerintahan Jokowi untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu, sebuah perubahan kebijakan besar bagi pemerintah yang telah lama mengedepankan isu hak asasi manusia.

Dalam sikap yang mengejutkan minggu lalu, presiden mengakui dan menyatakan penyesalannya atas nama negara atas puluhan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu dan berjanji untuk memberikan restitusi bagi para korban dan keluarga mereka.

Presiden sekarang dijadwalkan untuk melakukan tur permintaan maaf, di mana ia akan bertemu dengan para korban pelanggaran hak asasi manusia dan keluarga mereka untuk menunjukkan kesediaannya untuk mengatasi masalah yang sensitif secara politik, menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud.

“Perjalanan seremonial ini menunjukkan kepada masyarakat bahwa pemerintah bersungguh-sungguh (dengan janjinya),” kata Menkeu kepada wartawan di Istana Negara, Senin.

Penyesalan antarbenua

Jokowi, kata Mahfud, akan mengunjungi lokasi-lokasi lokal pelanggaran hak asasi manusia, seperti provinsi Aceh, tempat terjadinya konflik berdarah selama bertahun-tahun antara Jakarta dan pemberontakan bersenjata setempat, dan Talangsari, sebuah desa di Lampung yang diyakini dihuni oleh ratusan orang. telah digerebek sudah mati. oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menuduh warga berencana mendirikan negara Islam.

Pemerintah juga akan mengadakan pertemuan dengan WNI eksil di negara-negara Eropa yang tidak bisa kembali ke tanah air setelah paspornya dicabut karena ada kaitannya atau diduga ada hubungannya dengan PKI, kata Mahfud.

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly telah diminta oleh presiden untuk mengatur pertemuan dengan orang-orang buangan, mungkin di Jenewa, Amsterdam atau sebuah kota di Rusia, katanya.

Pemerintah, kata Mahfud, akan mengembalikan kewarganegaraan Indonesia para pengungsi tersebut dan meyakinkan mereka bahwa “mereka adalah warga negara Indonesia yang mempunyai hak yang sama (seperti orang lain)”.

“Mereka yang kini tinggal di luar negeri juga harus mendapat pesan yang sama, dan ini sekali lagi menunjukkan keseriusan kami,” imbuhnya.

Jika hal ini terwujud, pertemuan antara Presiden Jokowi dan para eksil politik tahun 1965 akan menjadi pertemuan pertama yang pernah dilakukan oleh seorang presiden yang sedang menjabat. Terlebih lagi, hal ini dapat mengakhiri penderitaan puluhan tahun yang dialami banyak warga Indonesia yang tidak memiliki kewarganegaraan pada tahun-tahun penuh gejolak di akhir kepemimpinan Sukarno.

Tidak jelas berapa banyak orang Indonesia yang diasingkan secara politik di Eropa saat ini. Banyak di antara mereka adalah mantan pelajar yang mendapat beasiswa untuk belajar di negara-negara komunis, seperti Uni Soviet dan Republik Ceko, dan kewarganegaraan mereka dicabut oleh rezim Suharto karena diduga ada hubungannya dengan upaya kudeta tahun 1965.

Prinsip atau politik?

Pengakuan resmi dan ungkapan penyesalan Presiden mencakup 12 pelanggaran HAM berat yang terjadi antara tahun 1965 dan 2003. Kasus-kasus tersebut termasuk pembersihan anti-komunis pada tahun 1965-66, yang menurut beberapa perkiraan sejarawan dan aktivis menewaskan sedikitnya 500.000 orang.

Saya sebagai kepala negara mengakui adanya pelanggaran HAM berat yang memang terjadi di banyak peristiwa, kata Jokowi. “Dan saya sangat menyesalkan pelanggaran tersebut terjadi.”

Namun, beberapa aktivis skeptis terhadap niat presiden dan menyatakan kecurigaan bahwa presiden menggunakan isu hak asasi manusia untuk mendapatkan keuntungan politik.

Asfinawati, pakar hukum Fakultas Hukum Jentera, mengatakan bukan hal yang aneh jika presiden berbicara soal hak asasi manusia menjelang pemilu. Jokowi, yang pernah menghadapi Prabowo Subianto, seorang purnawirawan jenderal militer dengan catatan hak asasi manusia yang buruk, dalam dua pemilu terakhir, telah berjanji untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu selama kampanyenya.

“Kita bisa melihat polanya. Menjelang tahun politik, isu ini selalu diangkat,” ujarnya.

Muhammad Isnur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mempertanyakan bagaimana presiden akan melakukan perjalanan permintaan maafnya.

“Banyak sekali korban pelanggaran HAM berat. Akankah dia bertemu mereka semua? Saya harap ini bukan bagian dari upaya presiden untuk memoles citra politiknya,” katanya seraya menambahkan bahwa Jokowi dapat dengan mudah bertemu dengan peserta gerakan protes Kamisan, yang diselenggarakan oleh para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu. setiap hari Kamis di depan Istana Negara.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mendesak pemerintah untuk segera memulihkan hak-hak politik dan sipil warga Indonesia yang diasingkan ke luar negeri.

“Rencana itu harus segera dilakukan karena banyak dari mereka yang meninggal tanpa kewarganegaraan. Ini jelas pelanggaran hak asasi manusia,” ujarnya. (awww)

Togel Sydney

By gacor88