16 Maret 2022

JAKARTA – Dua orang pecinta mewarnai menghidupkan kembali gambar-gambar lama dalam upaya membuat orang berbicara dan belajar dari sejarah.

Dalam upaya untuk memungkinkan semua orang melihat kemeriahan masa lalu, para penggemar foto bersejarah mewarnai foto hitam-putih lama.

Di antara mereka yang mewarnai gambar monokrom lama adalah Sadam, yang lebih suka menggunakan persona online-nya “Mazzini” dan menggunakan akun @mazzini_gsp di Twitter dan Instagram.

“Saya mewarnai foto-foto bersejarah sejak awal tahun 2021. Pertama, saya mewarnai foto lama untuk menemani tulisan saya tentang sejarah di Twitter. Saya akhirnya mewarnai foto-foto lama hingga saat ini karena ternyata membuat ketagihan,” ujarnya. Meskipun Mazzini mungkin masih baru dalam dunia warna, Heru Iswanto, penduduk asli Bandung berusia 40 tahun, lebih berpengalaman. Petugas polisi, yang memposting sebagai @tukangpulas_asli di Instagram dan sebagai @tukangpulas di Twitter, telah menawarkan kepada pemirsa cara untuk melakukan perjalanan kembali ke masa lalu selama lebih dari lima tahun. “Mewarnai foto hitam putih merupakan hobi saya sejak November 2016. Menurut saya hobi ini unik, dan teknik mewarnai foto belum begitu dikenal,” ujarnya. Heru menambahkan, tujuannya adalah agar netizen “mengenai masa lalu dan belajar lebih banyak tentang sejarah”.

Teknik Langsung: Heru Iswanto mendapat penghasilan kecil dari menawarkan jasa pewarnaan foto yang menggunakan Adobe Photoshop. (Atas izin Heru Ismanto) (Koleksi pribadi/Atas izin Heru Ismanto)

Tujuan yang sama, teknologi yang berbeda
Mazzini dan Heru menggunakan perangkat lunak berbeda untuk menambahkan warna pada foto hitam putih. “Saya mewarnai foto hitam-putih dengan Photoshop,” kata Heru mengacu pada software Adobe yang telah teruji oleh waktu. “Menguasai dasar-dasar Photoshop adalah suatu keharusan” bagi orang-orang yang ingin mulai mewarnai foto-foto lama, tegasnya. Meskipun Heru lebih menyukai metode “jadul”, Mazzini menganggap perangkat lunaknya terlalu kikuk untuknya, jadi dia lebih memilih editor foto lain yang memberinya lebih banyak fleksibilitas. “Ada banyak metode dan aplikasi yang digunakan untuk mewarnai foto lama dan setiap software berbeda-beda,” kata Mazzini. “Saya lebih suka menggunakan aplikasi PicsArt karena fiturnya lebih sederhana. Kami menggunakan stylus, sehingga terasa seperti menggambar di selembar kertas. Dengan Photoshop, kita harus menggunakan mouse,” ujarnya. Namun, Mazzini menjelaskan, proses mewarnai foto hitam putih lama tidak semudah mengambil stylus dan menambahkan warna. Meneliti foto dan memahami konteks sejarahnya adalah suatu keharusan. “Gambar tersebut harus (memiliki) resolusi yang sangat tinggi sehingga kami dapat memperbesarnya beberapa kali dan menambahkan warna secara detail,” ujarnya tentang proses seleksi awal. “Kami kemudian harus memeriksa konteks di balik gambar tersebut. Misalnya kita harus mencocokkan warna pakaian dalam gambar, bangunan, kendaraan, dan lain-lain dengan tahun pengambilan gambar,” jelas Mazzini. “Jika saya menemui masalah, saya akan mendekati sejarawan, atau orang yang memiliki pengetahuan militer untuk foto perang dan orang yang memiliki pengetahuan tentang kendaraan tua untuk foto yang menggambarkan jalanan dan kota. Hanya setelah saya memahami konteks di balik gambar, saya dapat mulai mewarnai.”

Bias: Sadam, atau “Mazzini’, yang bekerja di industri media, berupaya menghilangkan anggapan bahwa sejarah itu membosankan dengan mewarnai foto-foto sejarah seperti ini, yang memperlihatkan mobil perwira Inggris Aubertin Walter Sothern Mallaby yang dihancurkan pada masa itu. Pertempuran Surabaya (atas izin Sadam) (Koleksi pribadi/atas izin Mazzini)

Pewarnaan foto bukanlah sumber pendapatan utama Mazzini atau Heru. Heru bermata pencaharian sebagai polisi, sedangkan Mazzini bekerja di industri media. Namun, mereka tetap mendapatkan banyak uang dari hobinya. Apalagi bagi Heru yang menawarkan jasa mewarnai sebagai usaha sampingan. “Alhamdulillah, saya mendapat sedikit penghasilan dari hobi ini. Harganya bervariasi tergantung tingkat kesulitan gambarnya,” aku Heru. Sementara itu, Mazzini memperoleh penghasilan dari hobinya melalui donasi, meski mengaku akan mendapat penghasilan lebih jika menawarkan jasa mewarnai foto. “Saya menghasilkan uang dari mewarnai. Jumlahnya tidak banyak karena uangnya berasal dari donasi di Trakteer,” ujarnya merujuk pada platform artis yang didukung penggemar. “Lagipula itu hanya hobi bagiku. Konon, banyak (orang) di luar sana yang menawarkan jasa mewarnai.”

Kepositifan dan kebanggaan
Baik Mazzini maupun Heru mengunggah foto berwarna mereka di Instagram dan Twitter. “Saya memposting karya saya di Instagram, Twitter, dan terkadang Facebook. Alhamdulillah respon yang saya terima positif,” kata Heru. “Saya mendapat berbagai reaksi terhadap pekerjaan saya. Misalnya ketika saya memposting gambar Perang Kemerdekaan Indonesia atau Perang Dunia I dan II, biasanya orang merespons dengan membahas konteks sejarah dari gambar tersebut, seperti pertempuran atau perang yang tergambar dalam foto tersebut,” jelas Mazzini. “Kalau fotonya menggambarkan situasi di suatu kota, biasanya orang-orang dari kota itu yang merespons postingan tersebut, sekaligus menyampaikan kondisi terkini (di sana). Kalau gambarnya menggambarkan orang, kemungkinan besar komentarnya berkaitan dengan pakaian atau wajah cantik yang ada di gambar tersebut,” imbuhnya. “Kebetulan saya banyak mewarnai gambar gadis-gadis Eropa-Indonesia. Gambar-gambarnya berasal dari zaman Hindia Belanda.”

Bangga dengan tempatnya: Heru Iswanto, warga asli Bandung dan seorang perwira polisi, sangat bangga dengan foto berwarna pahlawan nasional Jenderal. Pertunjukan Ahmad Yani dan istrinya yang dipajang di Museum Sasmitaloka Ahmad Yani, Jakarta Pusat. (atas izin Heru Iswanto) (Koleksi pribadi/atas izin Heru Ismanto)

Salah satu foto berwarna Heru memperlihatkan pahlawan nasional Jenderal Ahmad Yani dan istrinya. Ia mengaku sangat bangga dengan karyanya pada gambar tersebut karena dipamerkan “di museum”, merujuk pada Museum Sasmitaloka Ahmad Yani di Jakarta Pusat. Sementara itu, Mazzini sangat bangga dengan dua gambar yang ia warnai, satu karena usaha yang ia lakukan dan satu lagi karena konteks sejarahnya. “Saya pernah menghabiskan waktu berhari-hari untuk mewarnai sebuah gambar. Gambarannya menggambarkan seorang gadis kecil sedang memeluk bonekanya di tengah reruntuhan kota London setelah kota itu dibom oleh Luftwaffe Jerman pada Perang Dunia Kedua tahun 1940,” jelasnya. Foto lainnya adalah foto mobil LaSalle milik perwira Inggris Aubertin Walter Sothern Mallaby yang hancur pada 30 Oktober 1945 saat dibom oleh pejuang kemerdekaan Indonesia pada Pertempuran Surabaya. “Penelitian untuk mewarnai gambar itu juga memerlukan waktu. Saya harus menempuh perjalanan jauh sebelum menemukan gambaran mobil Mallaby karya Ruslan Abdulgani. Berdasarkan catatannya, warna mobil itu abu-abu.” Mengulangi niatnya untuk mewarnai foto hitam putih vintage, dia berkata: “Saya ingin menghilangkan keyakinan bahwa sejarah itu membosankan”. Menurut Mazzini, kepercayaan umum tersebut datang dari masyarakat yang harus menghabiskan waktu menghafal tahun dan nama di kelas sejarah. “Saya berharap bisa menghilangkan persepsi tersebut,” tegasnya. Ia berharap dengan menghidupkan kembali foto-foto lama menjadi penuh warna, masyarakat dapat berdiskusi tentang sejarah dengan lebih santai. Makanya akan lebih banyak lagi yang membahas sejarah, tutupnya.

Singapore Prize

By gacor88