9 Februari 2023
JAKARTA – Pertumbuhan yang lambat dalam pembentukan modal tetap bruto (GFCF), atau investasi, menunjukkan masalah di sektor riil, kata para analis, meskipun mereka tidak sepakat tentang seberapa besar masalah tersebut bagi perekonomian Indonesia.
Produk domestik bruto negara itu naik 5,31 persen tahun lalu, Statistik Indonesia mengumumkan Senin, menandai peningkatan tahunan tercepat dalam output ekonomi sejak 2013.
Namun, melihat lebih dekat pada masing-masing komponen PDB menunjukkan bahwa PDB berkinerja buruk dengan peningkatan tahun-ke-tahun (y-o-y) hanya sebesar 3,87 persen, sedikit lebih tinggi dari 3,8 persen yang terlihat pada tahun sebelumnya, tetapi masih jauh di bawah tingkat sebelum pandemi. Pada 2019, misalnya, sebesar 4,45 persen.
Sementara belanja pemerintah bernasib lebih buruk tahun lalu dengan penurunan tahun-ke-tahun, perlambatan pertumbuhan BKF bisa dibilang lebih mengkhawatirkan karena menunjukkan kurangnya kepercayaan di kalangan bisnis tentang prospek ekonomi mereka.
Singkatnya, BKF adalah akumulasi pengeluaran untuk barang modal dengan penggunaan lebih dari satu tahun. Ini mencerminkan investasi pada aset produktif seperti perumahan dan bangunan non-perumahan, infrastruktur fisik seperti jalan dan bandara, mesin dan peralatan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan dana bruto tersebut didukung oleh upaya berkelanjutan pemerintah untuk mengembangkan industri hilir yang membutuhkan investasi besar untuk tujuan produktif.
“Sementara itu, konstruksi gedung yang menjadi penyumbang terbesar BKF tumbuh dengan (laju) yang relatif moderat di tengah tingginya harga bahan bangunan dan lesunya penjualan properti, terutama untuk gedung perkantoran dan (gedung) hunian kelas atas,” kata menteri dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa.
Josua Pardede, kepala ekonom Bank Permata, mengatakan kepada The Jakarta Post pada hari Selasa bahwa salah satu indikator yang menunjukkan sektor konstruksi tidak memuaskan adalah penjualan semen tahun lalu yang lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Namun demikian, ia menambahkan bahwa perekonomian Indonesia pada dasarnya dalam kondisi yang baik, mencatat bahwa dorongan infrastruktur agresif Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam beberapa tahun terakhir, seperti pada tahun 2021, telah menetapkan garis dasar yang tinggi untuk BKKF, yang menunjukkan pertumbuhan tahun lalu. lambat.
Di sisi lain, Abdul Manap, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengungkapkan keprihatinan atas jumlah BKKF terbaru. Menurut dia, data tersebut mencerminkan minimnya investasi di ekonomi riil, sehingga di industri yang cenderung menciptakan banyak lapangan kerja.
“Inilah sebabnya tingkat pengangguran kita masih 8,42 juta,” katanya kepada Post pada Selasa.
Kekhawatiran lain, menurut Abdul, adalah ketidakpastian ekonomi global yang dapat mendorong Federal Reserve AS untuk kembali menaikkan suku bunga. Langkah tersebut dapat mendorong Bank Indonesia untuk mengikutinya dan akan mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri.
“Kalau tahun lalu pertumbuhan BKF lambat, saat Bank Indonesia (suku bunga acuan masih lebih rendah), bagaimana tahun ini (setelah bank sentral menaikkan suku bunga)?” tanya Abdul.
Bank of America mempertahankan perkiraan pertumbuhan PDB 2023 untuk Indonesia sebesar 5,1 persen, sedikit lebih rendah dari kenaikan tahun lalu sebesar 5,3 persen.
Pembangunan infrastruktur strategis dapat membantu
Josua dari Bank Permata juga menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak lapangan pekerjaan yang dapat menyerap tenaga kerja banyak orang. Dia menilai BKF bisa tumbuh lebih cepat tahun ini jika pemerintah membuka peluang investasi, misalnya dengan membangun infrastruktur baru di luar Jawa.
Dia menyarankan agar pemerintah membuat “cetak biru investasi” untuk industri padat karya.
Senada dengan itu, Abdul dari INDEF mengatakan bahwa pemerintah harus berpikir matang dalam membangun infrastruktur baru, agar dapat bermanfaat bagi masyarakat.
“Kita harus menghindari (kesalahan) masa lalu, misalnya kita membangun bandara yang saat ini tidak digunakan, tapi kita tetap harus membayar pinjaman untuk membangunnya,” kata Abdul.
Abdul juga menekankan perlunya investasi asing untuk menyediakan lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal, tidak hanya bagi orang-orang dari negara asal investor. Dia juga menyarankan agar pemerintah menarik investor lokal.
Josua menjelaskan, mengingat low base tahun lalu, BKKV bisa tumbuh lebih cepat tahun ini, yang indikasinya bisa dilihat dalam enam bulan mendatang.
Namun, kata dia, banyak investor yang cenderung wait and see jelang pemilihan presiden. Karena itu, dia memperkirakan pertumbuhan BKF akan melambat pada paruh kedua tahun ini.
Bank of America, pada bagiannya, memperkirakan bahwa investasi akan terus tumbuh karena pihak berwenang mencoba menyelesaikan proyek sebelum pemilihan, tetapi beberapa penundaan kemungkinan akan terjadi jika sektor swasta mundur.