24 Mei 2023
SHANGHAI – Sebuah video baru-baru ini menunjukkan seorang pedagang kaki lima berpakaian seperti katak yang menjual balon berbentuk katak dihentikan oleh petugas patroli kota di Shanghai memicu perdebatan besar di dunia maya. Penjual tersebut diminta melepas kostum kataknya karena melanggar peraturan kota tentang menjalankan usaha di jalan tanpa izin.
Ada kejadian serupa lainnya. Pada bulan April, polisi lalu lintas menghentikan seorang pedagang yang mengenakan pakaian yang sama saat mengendarai sepeda listrik di Ningbo, provinsi Zhejiang. Penjualnya didenda 20 yuan ($2,85) karena tidak memakai helm. Pada bulan Maret, penjual katak lainnya yang menyamar ditangkap oleh petugas patroli kota di Hangzhou, provinsi Zhejiang, dan harus menghadap tembok untuk merenungkan perilaku ilegalnya.
Netizen, yang menyebut penjual ini sebagai “katak yang menjual bayinya”, memuji mereka karena penampilan mereka yang lucu dan pendekatan bisnis yang inovatif. Ada yang berargumentasi apakah petugas patroli kota harus diberikan belas kasihan, sementara ada pula yang bersikukuh bahwa hukuman harus dijatuhkan jika melanggar peraturan dan perundang-undangan apa pun yang terjadi.
“Ini memang sebuah bentuk penjualan mainan,” terlepas dari penampilan dan pendekatan penjualnya, Xu Zhihu, direktur Biro Patroli dan Penegakan Hukum Kota Shanghai, menjelaskan dalam program yang disiarkan pada 12 Mei oleh stasiun Radio dan Televisi Shanghai. “Pada kenyataannya, ini adalah kios-kios individual.”
Menurut peraturan yang diterapkan di Shanghai pada tanggal 1 Desember, individu dan bisnis tidak diperbolehkan mendirikan kios atau menjual barang di tempat umum tanpa izin. Namun pemerintah kabupaten dan kota diperbolehkan menentukan area dan waktu tertentu untuk mendirikan kios.
Namun, “katak yang menjual bayinya” tidak sejalan dengan peraturan tersebut dan dapat meningkatkan risiko keselamatan di kawasan ramai atau pusat perbelanjaan, tambah Xu.
“Bagi bentuk-bentuk usaha baru yang dampaknya relatif kecil terhadap masyarakat, kami biasanya menganjurkan penggunaan teguran lisan atau metode pendidikan lainnya,” katanya.
Ma Liang, peneliti di Akademi Nasional Pembangunan dan Strategi di Universitas Renmin Tiongkok, dan profesor di Sekolah Manajemen Publik, menyarankan untuk mendorong pendekatan penegakan hukum yang fleksibel dalam menghadapi bentuk-bentuk baru operasi bisnis.
“Umpan balik yang tepat waktu harus diberikan mengenai masalah yang ditemukan selama proses penegakan hukum, untuk penyesuaian dan revisi peraturan serta perbaikan berkelanjutan dalam metode pengelolaan kios,” kata Ma.
“Legislasi bukanlah langkah terakhir dalam tata kelola kota. Perhatian lebih harus diberikan pada implementasinya.”