2 Mei 2023

JAKARTA – Tawaran ketiga Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk kursi kepresidenan kemungkinan akan goyah, kali ini karena Anies Baswedan, yang ia bantu memenangkan pemilihan gubernur Jakarta 2017. Anies tak hanya akan menarik banyak pemilih Prabowo di Pilkada 2019, tapi juga akan memberangkatkan mantan jenderal angkatan darat itu.

Pemilihan presiden 14 Februari 2024, yang diperkirakan akan berubah menjadi perlombaan tiga kuda, kemungkinan akan membuat Prabowo melewatkan batas waktu, membuka jalan bagi pemilihan antara Anies dan Ganjar Pranowo, gubernur Jawa Tengah yang akan maju. pada 21 April dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Dalam pencariannya untuk kursi kepresidenan, Anies kemungkinan akan mengulangi taktik politik identitas yang membantunya mengalahkan pencalonan kembali Gubernur Jakarta saat itu Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, seorang Kristen dan Tionghoa Indonesia.

Namun, Anies dalam beberapa kesempatan mengaku menganjurkan toleransi beragama.

Ketika Presiden Joko “Jokowi” Widodo melantik Anies sebagai Gubernur Jakarta, Jakarta PostTajuk rencana mengatakan bahwa Anies dan wakilnya Sandiaga Uno “tahu betul bahwa setelah pemilihan yang memecah belah yang nyaris merobek tatanan masyarakat, mengadu domba satu etnis dengan yang lain atau satu tetangga dengan yang lain, yang dibutuhkan adalah pemenang yang tidak sombong dan siap untuk berhenti menyebarkan retorika yang selanjutnya dapat menabur benih segar perpecahan”.

Pilihan strategi Anies akan merugikan Prabowo, yang juga mengandalkan politik identitas untuk memenangkan pencalonannya pada 2014 dan 2019, tetapi gagal. Indonesia selamat dari dua pemilu yang memecah belah, tetapi lukanya tetap ada sampai sekarang.

Banyak yang memilih Prabowo dalam dua pemilu terakhir kemungkinan akan pindah ke Anies pada 2024, menurut beberapa survei. Pada 2014 dan 2019, mereka memilih Prabowo, mantan menantu presiden kedua Indonesia Suharto, karena menentang Jokowi, yang menurut mereka tidak Islami.

Jokowi memilih Ma’ruf Amin, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat itu dan seorang ulama Nahdlatul Ulama, sebagai cawapres 2019 untuk melawan kartu Islamis yang dimainkan oleh pasangan Prabowo-Sandiaga. Taruhan itu terbayar.

Jokowi menang di 21 provinsi. Di Sumatera, ia unggul di Sumatera Utara, Lampung, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau. Di Jawa ia menang di Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pemilih di Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Papua, Papua Barat, dan luar negeri memberinya keunggulan.

Prabowo mengalahkan Jokowi di 13 provinsi. Di Sumatera ia menangkan di Sumatera Barat, Aceh, Riau Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu. Di Jawa, Prabowo merebut Jawa Barat dan Banten. Ia juga memimpin di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Kalimantan Selatan.

Anies telah berkeliling ke berbagai daerah untuk mempresentasikan diri sebagai calon presiden sejak dicalonkan oleh Partai NasDem Oktober lalu. Tetapi ketidakpastian masih ada sampai hari ini, apakah dia benar-benar akan mengikuti pemilihan, karena NasDem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang mendukung pencalonannya sebagai presiden, belum menyelesaikan ketidaksepakatan atas calonnya.

Surya Paloh, Ketua Umum NasDem, mengumumkan keputusan partai mendukung Anies pada 14 Agustus dan meresmikannya pada 3 Oktober. Langkah itu mengejutkan banyak pihak, karena NasDem adalah bagian dari koalisi pemerintah yang berkuasa dan sudah menjadi rahasia umum bahwa Anies membangun citranya sebagai antitesis terhadap Jokowi yang memecatnya sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan pada 2016.

Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) pimpinan NasDem belum mencapai mufakat untuk calon wakil presidennya. Demokrat mendorong untuk mencalonkan ketua mereka, Agus Harimurti Yudhoyono, sebagai wakil presiden, tetapi Surya mengatakan mantan mayor angkatan darat itu belum membuktikan bahwa dia pantas mendapatkan pekerjaan itu. Ayah Agus, presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono, disebut berjuang keras demi ambisi politik anaknya.

Tapi kalaupun aliansi berhasil memecahkan kebuntuan, NasDem sebagai pimpinannya harus melangkah ekstra hati-hati karena Jokowi masih punya kekuatan untuk mempermalukan partai.

Presiden dalam beberapa kesempatan mengisyaratkan perombakan kabinet lagi, yang diperkirakan banyak orang akan mempengaruhi tiga pos menteri yang dipegang oleh NasDem. Namun Jokowi berubah pikiran dan memilih mempertahankan NasDem di pemerintahan untuk menyandera partai.

Kejaksaan Agung kini tengah mengusut kasus korupsi yang diduga melibatkan Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G. Plate, yang juga Sekjen NasDem. Jaksa penuntut negara menginterogasi Johny sebagai saksi selama sembilan jam tentang dugaan keterlibatannya dalam kasus tersebut, yang melibatkan pembangunan base transceiver station (BTS) sebagai bagian dari proyek telepon negara 4G di bawah pengawasannya. Pada Januari lalu, Kejaksaan Agung menetapkan dan menangkap tiga orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Ambisi capres Prabowo juga tak kalah pelik. Gerindra menandatangani aliansi elektoral dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden. Tawaran Gerindra diterima PKB karena berharap ketuanya, Muhaimin Iskandar, menjadi pasangan Prabowo.

Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) berniat bergabung dengan Prabowo untuk membentuk “koalisi besar”. Tapi begitu PDI-P pekan lalu mengumumkan mencalonkan Ganjar, gagasan itu mulai buyar. Sebaliknya, KIB justru terlihat bergandengan tangan dengan PDI-P.

Pencalonan Ganjar berarti saat ini dia satu-satunya calon yang mendapat dukungan formal, karena PDI-P sudah memenuhi ambang batas kepresidenan. Dia berbicara tentang calon pasangannya, termasuk Prabowo.

Namun, Prabowo terang-terangan menolak tawaran menjadi cawapres Ganjar dan berencana mencalonkan diri sebagai presiden.

Banyak hal yang bisa terjadi hingga Komisi Pemilihan Umum menutup pendaftaran capres dan cawapres pada 25 November mendatang, namun kemungkinan besar skenario three horse race akan menjadi pertanda buruk bagi Prabowo. Dia kalah dua kali dari Jokowi pada 2014 dan 2019 dan pada 2024, ironisnya, mantan pasangannya Anies yang akan memberinya kekalahan ketiganya.

***

Penulis adalah editor senior di Jakarta Post.

situs judi bola

By gacor88