6 Februari 2023
JAKARTA – Pemilihan presiden tahun 2024 kemungkinan akan gagal jika diikuti dengan konstelasi politik saat ini, demikian prediksi lembaga jajak pendapat Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), dengan Gubernur Jawa Tengah yang populer Ganjar Pranowo menghadapi persaingan ketat melawan mantan Gubernur Jakarta yang sama-sama diunggulkan. Anies Baswedan.
Proyeksi ini menggarisbawahi kesenjangan yang semakin besar antara apa yang menurut para analis diinginkan oleh masyarakat umum dalam pemilu mendatang dan apa yang ingin dicapai oleh koalisi yang berkuasa agar segala sesuatunya berjalan sesuai keinginan mereka.
Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan pada bulan Desember, SMRC memperkirakan perebutan jabatan tertinggi di negara itu akan berlangsung dua putaran jika empat calon presiden terpilih mencalonkan diri.
Melihat tren saat ini, kemungkinan besar Anies akan berhadapan dengan Ganjar di putaran kedua. Ini akan seperti pemilihan presiden pertama kami pada tahun 2004, di mana terdapat lebih dari dua kandidat dan dua putaran,” kata pendiri SMRC Saiful Mujani dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis.
Berdasarkan hasil survei lembaga survei, Ganjar akan memimpin pemungutan suara putaran pertama dengan perolehan suara sekitar 32,4 persen, disusul Anies dengan perolehan 26,8 persen.
Mereka akan maju ke putaran kedua setelah mengalahkan Ketua Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang elektabilitasnya menurun, dan Ketua Golkar Airlangga Hartanto, yang berada di peringkat terbawah.
Saiful mengatakan, putaran kedua pemilu kemungkinan besar akan berlangsung ketat, karena Ganjar diperkirakan akan memperoleh 43,3 persen suara dibandingkan Anies yang memperoleh 40,5 persen, hampir setara dengan margin kesalahan sebesar 3,1 persen.
Meski Saiful menilai Anies saat ini menjadi pilihan paling populer, Ganjar lebih berpeluang memperoleh suara (elektabilitas 52,4 persen) jika keduanya sejajar.
Namun, skenario ini bergantung pada apakah kedua tokoh tersebut bisa berpartisipasi pada pemilu mendatang. Saiful mengatakan, hal itu tergantung pada apakah partai politik mau menerima “aspirasi masyarakat luas”.
Potensi penyitaan
Berdasarkan undang-undang, calon presiden dipilih oleh partai politik, meskipun calon presiden ditempatkan berdasarkan suara terbanyak. Namun ketegangan politik di kalangan elit semakin meningkat menjelang pemilu 2024, sehingga masyarakat tidak mempunyai banyak pilihan untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin negara berikutnya.
Dedi Kurnia Syah, CEO Indonesia Political Opinion, mengatakan tidak ada jaminan tokoh populer seperti Ganjar dan Anies bisa mendapatkan tiket presiden dari partai tersebut.
Alasannya adalah karena keduanya tidak dianggap sebagai bagian dari elit, dan Dedi menyebut pencalonan Anies sangat goyah.
Meski popularitas dan elektabilitas Anies tetap tinggi, namun dia tidak terlibat dalam pengambilan keputusan di tingkat partai, kata analis tersebut.
“Pencalonannya sebagai presiden mungkin masih gagal, apalagi akhir-akhir ini ada (…) tekanan dari presiden dan partai berkuasa terhadap NasDem sejak ia mencalonkan Anies sebagai calonnya.”
Mantan menteri pendidikan ini bukan anggota partai politik mana pun. Namun, ia tetap berhasil mendapatkan dukungan dari anggota koalisi berkuasa NasDem dan dua partai oposisi, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Secara keseluruhan, ketiga partai tersebut menguasai cukup kursi di Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengajukan pasangan calon, sesuai dengan persyaratan ambang batas presiden sebesar 20 persen.
Namun, aliansi mereka tampak semakin goyah karena partai-partai tersebut belum menyepakati calon wakil presiden Anies, yang masih menjadi penantang terkuat melawan calon pro-pemerintah.
Manuver NasDem baru-baru ini, di satu sisi membentuk aliansi dengan oposisi dan mencoba memperbaiki hubungan dengan koalisi berkuasa Presiden Joko “Jokowi” Widodo di tengah dugaan pembelotan di sisi lain, telah memicu spekulasi bahwa partai tersebut masih mencalonkan Anies.
Sementara bagi Ganjar, pencalonannya akan tergantung pada partisipasi Anies. Deni mengatakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sedang menunggu siapa lawannya nanti.
Mampu menetapkan pasangan calon sendiri karena menjadi pemenang pemilu 2019, PDI Perjuangan masih lebih berpeluang mengusung penggantinya, Ketua DPR Puan Maharani, dibandingkan rekan partainya Ganjar.
“Jika Anies keluar sebagai saingannya dan partai juga harus bersaing dengan Prabowo, maka akan sulit menang bersama Puan, yang elektabilitasnya jauh tertinggal dari Ganjar,” kata Deni kepada The Jakarta Post, Jumat.
Sebaliknya, jika Anies tidak dicalonkan bersama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, besar kemungkinan PDI-P akan mengusung Puan sebagai calon presidennya.
“Kita tahu bahwa (ibu pemimpin PDI-P Megawati Soekarnoputri) dan (ayah Agus, mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono) memiliki hubungan yang cukup sulit. Megawati secara pribadi kemungkinan besar tidak akan menyambut baik langkah tersebut, dan melihat Yudhoyono berhasil membawa putranya ikut dalam pemilu akan mendorongnya untuk melakukan hal yang sama terhadap putrinya, Puan,” kata analis tersebut.