9 Maret 2023
JAKARTA – Pemilihan presiden tahun 2024 akan menjadi pertarungan tiga kandidat, dan dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai kandidat yang harus dikalahkan, potensi pertarungan untuk mencapai putaran kedua tampaknya semakin tak terelakkan antara pemimpin Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dan partainya. mantan sekutunya, Anies Baswedan.
Bagi Prabowo, tahun 2024 bisa jadi tahun 2014 lagi, ketika mantan jenderal tersebut sekali lagi dipaksa bersaing dengan mantan dermawannya untuk mendapatkan kursi kepresidenan.
Pada tahun 2014, Prabowo berhadapan dengan Joko “Jokowi” Widodo, yang ia dukung dalam pemilihan gubernur Jakarta dua tahun sebelumnya. Satu dekade kemudian, Prabowo akan menghadapi politisi lain yang ia bantu memenangkan jabatan tertinggi di ibu kota: Anies.
Dalam pertemuan pada hari Minggu di kediaman Prabowo di kota Hambalang, Jawa Barat, antara dirinya dan Surya Paloh, ketua partai NasDem, yang mendukung pencalonan Anies, Prabowo akhirnya mengakui bahwa ia bersama mantan Gubernur Jakarta lainnya harus melakukan hal yang sama. bersaing.
“Kalau NasDem tegas mendukung Anies, maka kita harus menghormatinya. Kami siap menghadapi mereka dan membiarkan rakyat memilih,” kata mantan Panglima Kopassus itu.
‘Melintasi blok pemungutan suara’
Prabowo dan Anies saat ini merupakan satu-satunya calon presiden yang mendapat dukungan formal dari aliansi elektoral dengan lebih dari 20 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, yang merupakan ambang batas pencalonan presiden.
Sementara itu, Ganjar menunggu dukungan baik dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) atau Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang beranggotakan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). .
Baca juga: Ketum PAN mengisyaratkan akan memberikan dukungan kepada pasangan Ganjar-Erick
Survei terbaru oleh Kompas Penelitian dan Pengembangan yang dirilis pada bulan Februari menemukan bahwa Ganjar masih menjadi kandidat yang paling unggul dengan 34,9 persen responden mengatakan mereka akan memilih politisi “berambut perak” itu pada tahun 2024. Dukungan terhadap Prabowo dan Anies cenderung berfluktuasi, dengan menteri pertahanan saat ini berada di urutan kedua dengan 28,7 persen, sedikit di depan mantan gubernur Jakarta dengan 24 persen.
Berdasarkan aturan pemilu presiden, jika tidak ada kandidat yang meraih 50 persen suara pada 14 Februari 2024, maka dua kandidat teratas akan maju ke pemungutan suara kedua.
Analis politik Bawono Kumoro dari lembaga jajak pendapat Political Indicators mengatakan Jakarta Post bahwa pertarungan antara Prabowo dan Anies untuk memperebutkan posisi kedua akan menjadi hal yang sangat penting.
“Keduanya menginginkan blok pemungutan suara yang berpotongan, jadi salah satu dari mereka harus memberi jalan kepada yang lain,” katanya.
Pada Pilgub Jakarta 2017, Anies mengendarai gelombang konservatisme Islam dengan dukungan Gerindra dan menang. Dua tahun kemudian, Prabowo menggunakan strategi serupa pada pemilihan presiden tahun 2019, di mana Presiden Jokowi akhirnya memenangkan pemilu kembali setelah memilih ulama senior Ma’ruf Amin sebagai pasangannya.
Baca juga: Prabowo menargetkan medan pertempuran utama untuk mendukung Anies
Tidak mengherankan jika hampir 99 persen pendukung Prabowo mengidentifikasi diri mereka sebagai Muslim, menurut survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis pada bulan Januari. Namun, dukungan terhadap kelompok Muslim konservatif berkurang ketika ia bergabung dengan kabinet yang tidak dapat ia kalahkan dalam dua pemilu.
“Empat puluh empat persen pemilih Prabowo mengalihkan dukungannya kepada Anies, (dan) 13 persen ke Ganjar, sementara 37 persen tetap setia kepada Prabowo,” kata pendiri SMRC Saiful Mujani.
Kontrak politik
Selain berusaha meredakan ketegangan dalam aliansi Presiden Jokowi, yang mencakup Gerindra dan NasDem, Bawono mengatakan hal itu mencerminkan pengaruh yang masih dimiliki Prabowo dalam politik nasional.
“Sungguh sebuah apresiasi yang layak mendapat apresiasi bahwa meski jalur politik mereka berbeda, mereka tetap mengutamakan persatuan dibandingkan rivalitas,” ujarnya.
Persahabatan yang nyata ini menandai perubahan haluan setelah kontroversi muncul pada bulan Januari, ketika politisi Gerindra dan mantan Wakil Gubernur Jakarta Sandiaga Uno mengungkapkan bahwa Prabowo, Anies, dan dia telah menandatangani kontrak politik menjelang pemilu Jakarta pada tahun 2017.
Setelah Anies dicopot dari jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2016, Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberinya landasan untuk mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta. Meski detail kontraknya tidak pernah dipublikasikan, namun muncul spekulasi bahwa kontrak tersebut memuat syarat yang menghalangi Anies untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
Sementara itu, Anies mengatakan dalam sebuah wawancara online pada bulan Februari bahwa ia telah memenuhi janjinya dengan tidak mencalonkan diri melawan Prabowo pada tahun 2019.
Prabowo tidak mengkritik Anies secara langsung, namun dalam pidatonya ia menyebut dirinya “dikhianati” pada peringatan 15 tahun Gerindra, yang diyakini banyak orang sebagai makian terhadap Anies.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan pernyataan siap menghadapi Anies merupakan tanda bahwa mantan jenderal tersebut kini telah menerima bahwa ia harus menghadapi seseorang yang ia dukung di masa lalu.
NasDem mendukung Anies karena peringkat elektabilitasnya tinggi, kata Ujang. Suka atau tidak, Prabowo tidak bisa memilih lawannya dan harus siap menghadapi kemungkinan bersaing dengan Anies.
Faktor Jokowi
Namun, juru bicara Prabowo yang juga politisi Gerindra, Dahnil Anzar Simanjuntak, tidak terlalu khawatir Anies kesulitan mendapatkan dukungan dari Prabowo.
“Jangan sampai kita lupa, Mengemas (Pak) Pemilih Jokowi dan Pemilih lain yang berjiwa kenegarawanan Mengemas Prabowo juga bergerak mendukungnya,” kata Dahnil Pos.
Masih harus dilihat apakah para pendukung Jokowi akan memilih Prabowo, mengingat betapa polarisasi politik dan ideologis yang terjadi pada dua pemilu terakhir. (uh)