3 Maret 2023
JAKARTA – Upaya berkelanjutan untuk mereformasi sistem layanan kesehatan Indonesia setelah pandemi COVID-19 dapat menghadapi hambatan besar tahun ini, dengan adanya ancaman resesi global dan semakin dekatnya pemilihan presiden tahun 2024, menurut Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) diperingatkan dalam sebuah laporan.
Laporan tersebut, yang diterbitkan pada tanggal 23 Februari, memperkirakan bahwa reformasi sistem layanan kesehatan Indonesia akan melambat pada tahun 2023 ketika Indonesia memasuki tahun politik dan pemerintah memfokuskan pendanaannya pada pemilu dan proyek infrastruktur besar lainnya yang belum selesai, termasuk pembangunan ibu kota baru. .
CISDI menekankan bahwa peningkatan produktivitas dan menjaga pemulihan ekonomi menjadi prioritas utama dalam Rencana Kerja Pemerintah (GWP) 2023 seiring upaya Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi belanja pemerintah di tengah ancaman resesi global, inflasi tinggi, dan ketegangan geopolitik.
Prioritas pemerintah tercermin dalam anggaran layanan kesehatan negara yang telah dipotong sebesar 20 persen dibandingkan tahun lalu seiring dengan meredanya pandemi.
Tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran layanan kesehatan sebesar Rp 178,7 triliun ($11,9 miliar) dan tidak ada anggaran khusus yang dialokasikan untuk respons COVID-19.
Pada tahun 2022, pemerintah mengalokasikan Rp 255,3 triliun untuk layanan kesehatan, dan Rp 82,4 triliun akan digunakan untuk mengatasi pandemi virus corona. Tahun sebelumnya, pemerintah mengalokasikan belanja kesehatan sebesar Rp 312,4 triliun, dan Rp 188 triliun dibelanjakan untuk upaya tanggap COVID-19.
CISDI mengatakan bahwa meskipun pemerintah mengalokasikan sejumlah besar anggaran negara untuk layanan kesehatan selama pandemi COVID-19, sebagian besar anggarannya digunakan untuk respons pandemi, khususnya pengadaan vaksin, dibandingkan untuk perbaikan sistem layanan kesehatan secara umum.
“Di luar lingkup pandemi, belanja layanan kesehatan sebagian besar mengalami stagnasi dalam beberapa tahun terakhir,” kata laporan itu.
Dinamika politik
Pergeseran situasi politik nasional dan regional menjelang pemilu 2024 juga akan membawa tantangan lain terhadap upaya transformasi layanan kesehatan.
Ketika para politisi mulai berkampanye untuk pemilihan presiden tahun 2024, CISDI memperkirakan bahwa isu-isu layanan kesehatan tidak lagi menjadi fokus utama masyarakat, terutama mengingat kemungkinan calon presiden akan menjadikan isu-isu terkait layanan kesehatan kurang dari prioritas mereka. kampanye di atas yang lain. kebijakan praktis.
Dinamika politik di tingkat daerah juga diperkirakan akan banyak berubah sebelum tahun 2024, karena lebih dari 50 persen kabupaten dan kota di Indonesia akan dipimpin oleh pemimpin sementara yang dipilih oleh pemerintah pusat karena tertundanya pemilihan kepala daerah.
Hal ini akibat persetujuan DPR dan pemerintah untuk tidak meninjau ulang undang-undang yang mengatur pilkada serentak pada tahun 2024, sehingga menyebabkan 271 jabatan pimpinan daerah kosong menjelang pemilu.
CISDI mengatakan pemimpin sementara daerah memiliki kekuasaan politik yang terbatas dibandingkan pendahulunya karena mereka tidak dapat memindahkan pegawai negeri ke jabatan baru atau mengambil keputusan yang bertentangan dengan kebijakan bupati sebelumnya. Hal ini akan membuat inovasi dan perubahan pada sistem layanan kesehatan saat ini sulit diterapkan.
‘Di jalur’
Namun, juru bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi menepis kekhawatiran mengenai lambatnya upaya kementerian untuk mereformasi sistem layanan kesehatan negara selama tahun politik.
“Rincian upaya transformasi layanan kesehatan kami didokumentasikan dalam rencana strategis dan peraturan menteri. Karena kami punya rencana detail, upaya kami tidak akan terpengaruh dengan situasi politik saat ini,” kata Nadia Jakarta Post pada hari Selasa.
Nadia juga menjelaskan bahwa kementerian telah melakukan investigasi menyeluruh, termasuk situasi politik tahun 2023, sebelum merumuskan rencana strategis dan mengusulkan anggaran layanan kesehatan.
“Selama hal ini disahkan dalam peraturan, upaya reformasi layanan kesehatan kita akan tetap berjalan sesuai rencana,” katanya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berupaya mentransformasi sistem layanan kesehatan nasional dengan menciptakan program yang memprioritaskan pencegahan penyakit, bukan pengobatan.
Budi menguraikan enam aspek inti yang akan ditingkatkan dalam rencana transformasi ini: layanan kesehatan primer, layanan rujukan, ketahanan sistem layanan kesehatan, pembiayaan, sumber daya manusia, dan teknologi.
Upaya reformasi tersebut antara lain adalah program “Posyandu Prima” yang bertujuan untuk menghidupkan kembali ribuan pos pelayanan kesehatan terpadu (Posyandu) yang tersebar di seluruh tanah air; pengerjaan ulang program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN); dan peluang beasiswa ditawarkan kepada ribuan mahasiswa kedokteran.
Kementerian juga bertujuan untuk mengintegrasikan sistem data kesehatan dan sistem aplikasi layanan kesehatan, memperluas program imunisasi anak-anak dan meningkatkan layanan dan teknologi deteksi penyakit di pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan rumah sakit di seluruh negeri.
Para ahli sebelumnya mengatakan bahwa reformasi dan penguatan sistem layanan kesehatan di Indonesia sangatlah penting mengingat betapa lemahnya sistem tersebut dalam menghadapi pandemi COVID-19.
CISDI menekankan bahwa ketahanan sistem layanan kesehatan menjadi semakin penting saat ini, di tengah pemanasan global dan meningkatnya wabah penyakit zoonosis di seluruh dunia.
Sebuah studi pemodelan yang dilakukan oleh para peneliti di Amerika Serikat dan Afrika Selatan yang diterbitkan tahun lalu menunjukkan bahwa ekosistem yang kaya spesies dan populasi manusia yang besar di Indonesia, India, dan kawasan Sahel di Afrika dapat berubah menjadi pusat penyakit zoonosis di planet yang lebih hangat. meningkatkan kontak dengan satwa liar.
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah menyaksikan beberapa wabah penyakit zoonosis, termasuk COVID-19, cacar monyet, dan yang terbaru, flu burung.
Sementara itu, Indonesia juga terus berjuang melawan penyakit epidemi lainnya, termasuk TBC, HIV, dan malaria.
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2022 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan penyumbang pasien tuberkulosis baru terbesar di dunia pasca pandemi, dengan angka kejadian tuberkulosis meningkat dari 301 kasus per 100.000 orang pada tahun 2020 menjadi 354 per 100.000 orang pada tahun 2021.