25 November 2022
JAKARTA – Tjong (2022) adalah novel kedua karya Herry Gendut Janarto dan mengambil tokoh utama seorang totok (kelahiran Tionghoa) Indonesia Tionghoa, Tjong Kei Lin, lahir dari keluarga miskin di Guangzhou, Tiongkok.
Dalam novel pertama Yogya Yogya (2020), tokoh utama Gayuh adalah seorang Peranakan Tionghoa (lahir lokal), putra dari keluarga kelas menengah ke bawah di Yogyakarta yang etnisitasnya hanya muncul di rumah. Tokoh Tjong Kei Lin lahir pada tahun 1912, hijrah ke Indonesia (Namyong) saat remaja untuk bekerja pada ayah tirinya dan meninggal pada tahun 1980 di Indonesia.
Novel yang menceritakan kisah hidup Tjong Kei Lin ini mengungkap rasa kesukuan dan kehidupan yang lebih kuat yang mengalami gejolak lebih besar dibandingkan Gayuh di Yogya Yogya. Tjong adalah novel yang menelusuri beberapa peristiwa sejarah yang penuh gejolak sepanjang masa hidup Tjong Lei Kin. Fokusnya adalah pada Revolusi Nasional Indonesia dan Revolusi Kebudayaan di Tiongkok.
Motif yang menonjol dalam Tjong adalah kontestasi stereotip Tionghoa-Indonesia yang terlihat baik dalam penggambaran kehidupan Kei Lin maupun komentar langsung narator. Kesuksesan bisnis Kei Lin menantang stereotip tentang hubungan istimewa dengan kekuasaan kolonial atau melalui ikatan keluarga kaya. Kesuksesan bisnisnya digambarkan sebagai keberuntungan: kerja keras seumur hidup, tekad yang tak tergoyahkan, dan pembelajaran dari kegagalan.
Penggambaran tersebut juga menghilangkan stereotip “manusia ekonomi” yang rakus dan termakan oleh bisnis dan keuntungan. Sebaliknya, kesuksesan Lei Kin juga direpresentasikan sebagai cinta abadi terhadap keluarga dan pemeliharaan kesejahteraan mereka. Stereotip komunitas rasial dengan sentimen pro-kolonial juga masih diperdebatkan.
Pada masa revolusi, Lei Kin pro-Indonesia dan mendukung perjuangan kemerdekaan. Dengan melakukan hal tersebut, ia mendapatkan kekaguman abadi dari para pejuang kemerdekaan Indonesia. Lei Kin juga mematahkan stereotip imigran yang hanya ingin mencari uang dengan meninggalkan Indonesia dan kembali ke Tiongkok untuk tinggal. Lei Kin jatuh cinta pada kota Yogyakarta dan menjadikan Indonesia sebagai rumah permanennya.
Tjong menggambarkan dunia dalam komunitas Tionghoa-Indonesia yang mempertahankan identitas diasporanya dengan tetap menjaga ikatannya dengan Tiongkok. Hal ini diilustrasikan dengan kunjungan ke rumah Kei Lin, di mana ia mencoba memperbarui ikatan keluarga dan mencari pengantin Tionghoa. Hal ini sangat kontras dengan tokoh Gayuh dalam novel Yogya Yogya yang tidak mempunyai hubungan diaspora dan menikah dengan seorang pribumi.
Tjong, berbeda dengan Yogya Yogya, menggambarkan berbagai persinggungan antara komunitas ini dengan peristiwa di luar. Salah satu titik temu tersebut adalah setelah kudeta komunis yang gagal pada tahun 1965 dan sentimen anti-Tiongkok yang kuat. Persimpangan lainnya adalah revolusi kebudayaan Tiongkok ketika anak-anak Kei Lin kembali belajar di Tiongkok tetapi ditahan di kamp kerja paksa.
Novel ini tidak hanya sangat enak dibaca, namun juga memberikan kontribusi berharga bagi sastra Indonesia kontemporer mengenai orang Indonesia Tionghoa. Karya sastra tersebut antara lain dapat disejajarkan dengan cerpen Sketsa karya Putu Wijaya (Sketch, 1993) yang mengupas stereotip dan ketegangan Indonesia Tionghoa dengan masyarakat pribumi, cerpen Hari Terakhir Mei Lan karya Soeprijadi Tomodihardjo. ) Day, 2007) tentang ikatan diaspora dan novel Membongkar Yang Terkubur (2020) karya Dewi Anggraeni, sebuah eksplorasi sejarah keluarga Tionghoa Indonesia selama beberapa generasi.