6 Maret 2023
JAKARTA – Badan antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan bahwa skandal yang melibatkan pejabat pajak yang tidak jelas sumber kekayaannya baru-baru ini hanyalah puncak gunung es.
ICW meminta pemerintah tidak hanya menyelidiki sumber kekayaan pejabat publik, namun juga mengeluarkan peraturan yang melarang pengayaan ilegal oleh pejabat publik.
“Kasus ini tidak cukup jika ditangani hanya dengan pendekatan kasuistik dan jangka pendek,” kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat.
Kekhawatiran terhadap kekayaan pejabat pemerintah semakin meningkat sejak Rafael Alun Trisambodo, yang menjabat sebagai Kepala Bagian Umum di salah satu kantor pajak di Jakarta, menjadi sorotan publik setelah gaya hidup mewah putranya terekspos di media sosial.
Rafael mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu untuk menjelaskan sumber kekayaannya, karena KPK menyebut laporan kekayaannya tidak sesuai dengan profil khas pejabat eselon III.
Dalam laporan kekayaannya yang diserahkan ke KPK pada Desember 2021, Rafael mencatatkan total kekayaan sebesar Rp 56 miliar (US$3,66 juta), menyaingi dan melampaui kekayaan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebesar Rp 58 miliar sebagai pejabat direktur jenderal pajak pangkat I. Suryo Utomo yang mencatat. Rp 14 miliar.
Kementerian Keuangan mencopot Rafael dari jabatannya sekaligus menolak pengunduran dirinya dengan alasan Rafael sedang diselidiki terkait sumber kekayaannya.
ICW menilai pencopotan Rafael dinilai sebagai langkah tegas dan progresif, namun juga menunjukkan lemahnya mekanisme pencegahan dan peringatan dini terhadap pelanggaran integritas yang dilakukan pejabat publik.
Kelompok ini menyatakan bahwa kasus pejabat pajak yang sumber kekayaannya tidak jelas bukanlah hal baru, merujuk pada skandal Gayus Tambunan, mantan pejabat pajak yang dipenjara karena korupsi dan memiliki kekayaan sekitar Rp 100 miliar, dan Angin Prayitno, mantan pejabat pajak yang dipenjara. untuk suap yang Rp 57 miliar disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Lembaga negara harus proaktif dengan menganalisis secara serius laporan kekayaan dan transaksi mencurigakan agar pengawasan internalnya efektif,” kata ICW.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mendeteksi transaksi mencurigakan yang melibatkan Rafael pada 2012, sebelumnya bisa saja meminta penyedia jasa keuangan untuk membekukan transaksi yang dianggap mencurigakan.
ICW menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan kriminalisasi pengayaan pejabat publik secara tidak sah, karena peningkatan kekayaan secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan dalam waktu singkat dapat disebabkan oleh kejahatan keuangan, termasuk korupsi.
Investigasi berlanjut
Selain Rafael, pihak berwenang juga mendalami kekayaan mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, yang akun media sosialnya kini sudah dihapus, memuat foto dirinya dengan kendaraan bermotor mewah.
KPK memanggil Eko untuk menjelaskan sumber kekayaannya pada 7 Maret.
“Dia bersedia datang,” kata Deputi Pencegahan Korupsi KPK Pahala Nainggolan, Jumat, seperti dilansir Antara.
Kementerian Keuangan mencopot Eko dari jabatannya, namun tetap mempertahankan statusnya sebagai PNS.
“Untuk membantu penyidikan, beliau dicopot dari jabatan Kepala Kantor Bea dan Cukai Yogyakarta per 2 Maret,” kata Nirmala Dwi Heryanto, Juru Bicara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian, Jumat.
Awan Nurmawan Nuh, inspektur jenderal Kementerian Keuangan, mengatakan pada hari Rabu bahwa kementerian juga menemukan bahwa setidaknya 69 pegawainya memiliki sumber kekayaan yang tidak jelas berdasarkan laporan kekayaan mereka pada tahun 2019 dan 2020, dan inspektorat jenderal akan diminta untuk membersihkannya. ke atas.