24 November 2022
JAKARTA – Gempa bumi yang melanda Cianjur, Jawa Barat pada hari Senin kembali mengingatkan kita bahwa tidak ada cara untuk melawan kekuatan alam. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah mencoba memitigasi dampaknya, terutama karena tidak ada sistem peringatan dini gempa bumi.
Dengan jumlah korban tewas mendekati 300 orang pada hari Rabu, gempa bumi Cianjur dapat dengan mudah masuk ke dalam 10 gempa bumi paling mematikan yang pernah terjadi di negara ini.
Letak pusat gempa sekitar 11 kilometer di bawah permukaan tanah membuat gempa Cianjur tergolong tingkat satu. Aturan praktisnya adalah semakin dangkal pusat gempa, maka gempa yang terjadi akan semakin merusak.
Terletak di Cincin Api yang sering terjadi gempa bumi dan letusan gunung berapi, Indonesia diperkirakan akan mengalami lebih banyak guncangan, baik yang disebabkan oleh letusan gunung berapi maupun yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik, yang dialami negara ini dalam ratusan hingga ribuan gempa setiap tahunnya.
Rekaman dan foto dari Cianjur menunjukkan banyak bangunan dan rumah yang roboh dalam keadaan utuh, sementara sebagian lainnya hancur seperti rumah kartu.
Bangunan-bangunan ini tidak mampu menahan gempa, atau dibangun tanpa memenuhi standar ketat untuk konstruksi tahan gempa, sebuah aturan bangunan wajib mengingat tingginya risiko gempa bumi di negara ini.
Permasalahannya kemudian adalah penegakan dan pengawasan, karena tidak semua bangunan, terutama yang berada di pedesaan, memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sesuai. Mengawasi kepatuhan IMB mungkin lebih mudah dilakukan di wilayah perkotaan, namun hal ini sulit dilakukan di wilayah terpencil.
Namun, alam tidak boleh dikacaukan.
Sekalipun bangunan dibangun sesuai standar, selalu ada risiko bahaya yang lebih besar yang terkait dengan gempa bumi: likuifaksi, yang menyebabkan tanah kehilangan kemampuannya untuk menahan beban.
Penting bagi pemerintah pusat dan daerah untuk menerbitkan peta bahaya gempa bumi secara rinci sehingga seluruh masyarakat dapat mengambil tindakan mitigasi yang diperlukan.
Masih belum ada cara yang terbukti secara ilmiah untuk memprediksi kapan dan di mana gempa berikutnya akan terjadi. Sebagai perbandingan, langkah-langkah preventif dapat dilakukan untuk menghindari bencana hidrologi seperti banjir atau tanah longsor, dan terdapat banyak tanda peringatan ketika gunung berapi akan meletus sehingga memberikan waktu bagi masyarakat untuk menyelamatkan diri.
Ketika gempa bumi terjadi, yang bisa kita lakukan hanyalah segera melakukan tanggap bencana dan menyediakan tempat penampungan darurat, listrik, air bersih, makanan dan obat-obatan kepada masyarakat di daerah yang terkena dampak.
Respons bencana terhadap gempa Cianjur nampaknya berjalan lancar, bantuan kemanusiaan langsung berdatangan setelah gempa terjadi. Kita harus memastikan bahwa respons serupa juga tersedia kapan pun dan di mana pun gempa bumi berikutnya terjadi.
Negara ini memiliki banyak kearifan lokal dalam membuat bangunan tahan gempa. Pada dasarnya rumah adat terbuat dari bahan yang lentur dan ringan seperti kayu dan bambu, sehingga ketika terjadi gempa, apalagi yang bergerak ke samping, rumah tersebut hanya akan bergoyang mengikuti arah gempa.
Mungkin inilah saatnya untuk memadukan kearifan lokal dengan desain dan teknologi modern untuk mengurangi lebih jauh jumlah korban kegagalan struktur akibat gempa bumi. Kita juga bisa belajar dari negara tetangga kita yang rawan gempa seperti Jepang, yang standar bangunannya ditetapkan sangat tinggi untuk menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa.
Seperti ungkapan latin terkenal, semper paratus, kita harus selalu siap.