15 November 2022
JAKARTA – Kerawanan pangan telah menjadi salah satu isu yang paling banyak dibicarakan di panggung dunia karena rantai pasokan makanan pokok terus terganggu akibat perang di Ukraina. Para ahli berpendapat tempe dan singkong bisa menjadi jawaban permasalahan tersebut.
Pada Forum Ketahanan Pangan Global, acara sampingan KTT G20 yang diadakan oleh lembaga pemikir Amerika Serikat, Dewan Atlantik, salah satu pendiri Gerakan Tempe Indonesia, Amadeus Driando Ahnan-Winarno, mengatakan blok kedelai yang difermentasi dapat membantu mengatasi kerawanan pangan.
“Dari segi nutrisi, tempe mengandung jumlah energi, protein dan zat besi yang sama dibandingkan dengan daging sapi. Ini memiliki tingkat serat dan kalsium yang jauh lebih tinggi serta kadar garam dan lemak jenuh yang jauh lebih rendah,” kata Amadeus, Minggu.
Lebih jauh, tempe dapat menghasilkan jumlah protein yang sama dengan daging sapi dengan konsumsi energi empat kali lebih sedikit dan emisi yang dilepaskan dua belas kali lebih sedikit, dengan harga delapan kali lebih murah, yang berarti solusi produksi pangan yang lebih ramah lingkungan.
Amadeus mengatakan, makanan yang berasal dari Indonesia 300 tahun lalu ini sangat serbaguna dari segi bahan dasarnya meski belum banyak yang mengetahuinya.
“Tempe adalah proses fermentasi yang dapat kita terapkan pada hampir semua biji-bijian, kecuali kacang-kacangan. Di sini saya punya ibu tempeKacang merah tempe, Kacang hitam tempe dan kacang almond tempe. Itu sebuah proses,” kata Amadeus.
“Kakekku selalu makan tempe dibuat menggunakan produk sampingan industri tahu setengah dalam bentuk tempe kembung karena dia tidak mampu membeli seluruh kacangnya tempe,” dia menambahkan.
“Tempe hanyalah salah satu dari banyak makanan yang proses penelitian dan pengembangannya (penelitian dan desain) dilakukan bertahun-tahun yang lalu oleh nenek moyang kita, menunggu untuk kita gali sebagai harta karun, sebagai makanan masa depan yang kita perlukan untuk memberi makan masyarakat, memberi makan kita, memberi makan masyarakat. planet ini dengan cara yang paling berkelanjutan.”
Sebaik tempeforum ini juga membahas pentingnya singkong, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto yang mengatakan: “Singkong akan menjadi tanaman penyelamat dunia.”
Prabowo mengatakan singkong merupakan tanaman paling efisien karena mampu menghasilkan 250.000 kalori dan hanya membutuhkan 65 meter kubik (cbm) air per ton, jauh lebih sedikit dibandingkan beras yang membutuhkan 1.139 cbm, gandum yang membutuhkan 954 cbm, dan jagung yang membutuhkan 954 cbm. 815 cbm. .
“Indonesia bisa menjadi produsen singkong terkemuka. (…) Singkong kini menjadi tanaman pangan strategis,” kata Prabowo.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, Indonesia saat ini memproduksi mie instan dan pasta dari singkong.
Selain itu, lanjutnya, singkong juga dapat diolah menjadi bioetanol, alkohol, vitamin, bioplastik, lem, bahan peledak, dan pakan ternak serta 100 persen bebas gluten dengan indeks glikemik rendah, tinggi zat besi dan kalsium.
Dalam forum tersebut, Guru Besar Teknologi Pertanian Universitas Jember, Achmad Subagio, mengatakan singkong bisa menjadi solusi pengganti beras sebagai makanan pokok Indonesia.
“(Singkong) fotosintesisnya sangat-sangat efisien, dua kali (efisien) jagung, dan juga lebih baik dibandingkan (banyak) tanaman lain, termasuk gandum,” kata Achmad.
Indonesia berpenduduk 273 juta jiwa dan, kata Achmad, jumlah tersebut merupakan jumlah yang besar karena negara ini membutuhkan 45 juta ton karbohidrat per tahun.
Achmad mengatakan Indonesia tidak memiliki cukup lahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut jika hanya menggunakan beras, antara lain membutuhkan banyak air, pupuk, dan lain-lain.
“(Kita tidak bisa menanam padi di lahan mana pun), tapi kita bisa menanam singkong dengan baik di lahan suboptimal,” kata Achmad seraya menekankan bahwa dengan teknologi saat ini, Indonesia bisa mengubah bias terhadap singkong sebagai “makanan orang miskin”. dengan mencampurkannya dengan bahan lain untuk menghasilkan makanan yang diinginkan.
“Saya kira dalam 10 tahun (ke depan) kita perlu menanam sekitar 5 juta hektar singkong (agar) kita bisa menyediakan banyak pangan bagi masyarakat,” kata Achmad, sebelum menambahkan bahwa tanaman tersebut juga bisa dimasukkan ke dalam bio. perkembangan industri karena mengandung gula yang dapat digunakan untuk produksi monosodium glutamat, sorbitol dan lesitin.