24 Desember 2018
Ringkasan dari Jakarta Post tentang apa yang kita ketahui sejauh ini tentang peristiwa mematikan tersebut.
Tsunami melanda Banten dan Lampung pada Sabtu pukul 21.27. Tsunami disebabkan oleh gelombang pasang yang tidak normal akibat bulan purnama dan tanah longsor bawah laut pasca letusan gunung berapi Anak Krakatau.
Tinggi tsunami mencapai 3 meter, menurut Rachmat Triyono, Kepala Bidang Tsunami dan Gempa Bumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Hingga Minggu sore, jumlah korban tewas mencapai 222 orang, luka-luka 843 orang, dan 28 orang hilang. Banyak dari mereka yang tewas adalah wisatawan.
Kabupaten Pandeglang di Banten, yang merupakan daerah tujuan wisata populer, merupakan daerah yang paling parah terkena dampaknya. Kabupaten lain yang terkena dampak tsunami adalah Serang di Banten dan Lampung Selatan di Lampung. Empat kecamatan yang paling parah terkena dampaknya adalah Kalianda, Rajabasa, Sidomulyo, dan Katibung.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini sedang berlibur, dan Banten dan Lampung dengan pantainya yang indah menjadi tujuan wisata yang populer. Kuliah Tanjung di Pandeglang merupakan salah satu dari 10 destinasi wisata nasional yang khusus dipromosikan Kementerian Pariwisata dalam program 10 Bali Baru.
Berikut yang kita ketahui sejauh ini tentang tsunami Selat Sunda:
Meningkatnya aktivitas vulkanik
Anak Krakatau adalah sebuah pulau vulkanik kecil yang terletak di Selat Sunda, antara pulau Jawa dan Sumatera. Ia muncul dari laut setengah abad setelah letusan mematikan Krakatau pada tahun 1883, itulah istilahnya anak (anak) atas namanya.
Anak Krakatau sering mengalami letusan kecil sejak bulan Juni. Gunung berapi ini telah ditempatkan pada tingkat peringatan tertinggi kedua – hati-hati – di 2012.
Anak Krakatau bukan satu-satunya gunung berapi yang menunjukkan peningkatan aktivitas.
Hal itu diumumkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) awal pekan ini 20 gunung berapi di Indonesia menunjukkan aktivitas vulkanik di atas rata-rata. PVMBG telah memperingatkan kelompok pengelola wisata dan pemerintah daerah, karena gunung berapi adalah tujuan wisata populer.
Anak Krakatau ada di bawah Pengamatan 24 jamserta Gunung Sinabung dan Gunung Siputan, keduanya di Sumatera Utara.
Jenazah korban yang ditemukan di sepanjang Pantai Carita dimasukkan ke dalam kantong jenazah pada hari Minggu setelah daerah tersebut dilanda tsunami pada malam sebelum letusan gunung berapi Anak Krakatau. (AFP/Semi)
Tsunami atau gelombang pasang?
Segera setelah berita tsunami tersebar, media sosial dibanjiri oleh perdebatan tentang apakah itu tsunami atau gelombang pasang.
Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho awalnya mengatakan dalam tweet yang telah dihapus bahwa Banten dilanda gelombang pasang akibat bulan purnama dan bukan tsunami karena tidak terdeteksi adanya gempa. Namun, pernyataan tersebut direvisi malam itu juga dalam konferensi pers ketika badan tersebut mengkonfirmasi bahwa tsunami memang terjadi.
Tsunami umumnya dipahami sebagai gelombang pasang yang disebabkan oleh gempa bumi, sehingga menimbulkan kebingungan.
Pada hari Minggu, Sutopo men-tweet video udara yang menunjukkan kerusakan akibat tsunami di wilayah pesisir Lampung.
Letusan Anak Krakatau disebut-sebut sebagai penyebab terjadinya tsunami. Namun hubungan antara gunung berapi dan tsunami masih dipelajari.
Letusan Anak Krakatau yang lebih kuat di masa lalu tidak menimbulkan tsunami, menurut PVMBG. Dalam siaran persnya, pusat tersebut menyatakan bahwa untuk menimbulkan tsunami, harus terjadi tanah longsor besar-besaran di lautan.
Tweet dari United Nations Population Fund of Asia Pacific menunjukkan infografis bagaimana aktivitas gunung berapi dapat menyebabkan tsunami.
Pakar tsunami Ahmad Muhari mengatakan ada dua kemungkinan penyebab tsunami: tanah longsor akibat letusan Anak Krakatau atau perubahan kondisi cuaca secara tiba-tiba, namun ia menambahkan bahwa kedua teori tersebut memiliki keterbatasan.
Sukmandaru, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), mengatakan berdasarkan data yang ada saat ini, ia menilai tanah longsor di bawah air adalah penjelasan terbaik terjadinya tsunami.
Letusan Anak Krakatau kemungkinan menimbulkan getaran yang mengakibatkan tanah longsor di lereng bawah air yang kemudian menimbulkan tsunami, ujarnya. Pos pada hari Minggu.