21 November 2022
JAKARTA – Ketika Presiden Joko “Jokowi” Widodo menerima pujian atas keberhasilannya sebagai perantara kekuasaan di panggung dunia selama masa perang ketika Indonesia menjadi tuan rumah KTT G20 di Bali, para aktivis di dalam negeri mengkritik pembatasan berbicara seputar peristiwa penyesalan tersebut. .
Intimidasi dan represi politik merusak KTT tersebut dengan serangkaian insiden kontroversial yang terjadi menjelang KTT.
Tiga hari sebelum KTT dibuka pada tanggal 15 November, massa memboikot pertemuan internal yang diadakan oleh anggota Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di sebuah vila di Sanur, Bali, dengan alasan kebijakan provinsi yang membatasi acara publik selama KTT G20.
Massa menuntut pemeriksaan ponsel dan laptop anggota YLBHI setelah masuk ke dalam vila tanpa surat perintah dengan tim yang mengaku diri sebagai tersangka. pekalong – Petugas keamanan tradisional Bali – mencegah beberapa peserta keluar kompleks villa.
Pemerintah Bali mengeluarkan surat edaran bulan lalu yang membatasi kegiatan, termasuk upacara keagamaan dan adat sepanjang minggu, terutama bagi warga yang berlokasi di tiga kabupaten dekat tempat G20 – yaitu Kuta, Kuta Selatan, dan Denpasar Selatan.
Warga setempat juga diperintahkan untuk bekerja dan belajar dari rumah, sementara tim pekalong dilatih untuk membantu menjaga segala sesuatunya tetap teratur.
YLBHI menegaskan tidak melanggar pembatasan kegiatan karena pertemuannya digelar di luar kawasan terlarang, sekitar 20 kilometer dari lokasi KTT G20 di Nusa Dua.
“Ketika para pemimpin dunia berkumpul di Bali dan keamanan dipersiapkan sedemikian rupa (represif)…kami menjadi tidak aman di rumah kami demi investasi global,” kata aktivis YLBHI Pratiwi Febri dalam konferensi pers langsung.
“Ketika Presiden Jokowi mengatakan pada KTT tersebut bahwa Indonesia dalam keadaan demokrasi yang baik, itu jelas bukan fakta. Apa yang dialami YLBHI dan organisasi kemasyarakatan serta mahasiswa lainnya bertujuan untuk membungkam demokrasi – menghancurkan ruang demokrasi.”
LSM lingkungan hidup Greenpeace Indonesia juga melaporkan pengalaman intimidasi serupa. Tim pengendara sepedanya untuk kampanye Mengejar Bayangan, yang mengayuh sepedanya menuju KTT G20 di Bali pada awal November dalam kampanye krisis iklimnya, diberitahu oleh orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai penduduk lokal untuk membatalkan perjalanan mereka saat kelompok tersebut melewati Probolinggo. Jawa Timur, pada 7 November.
“Salah satu anggota kelompok kami terpaksa memberikan pernyataan yang ditandatangani secara sah bahwa mereka tidak akan melanjutkan perjalanan dan berhenti berkampanye selama KTT G20 di Bali,” kata Greenpeace Indonesia dalam pernyataannya.
Sebelum kejadian di Probolinggo, tim tersebut juga pernah mengalami kejadian lain yaitu ban sepedanya tersayat saat parkir.
Para pelaku tidak dapat diidentifikasi dan yang lainnya dikatakan mengenakan seragam keamanan, kata kelompok itu. Sesi pengawas iklim di sebuah stasiun radio juga disela oleh tujuh orang yang mengaku sebagai polisi saat mengudara.
Kejengkelan
Kelompok hak asasi manusia mengkritik insiden tersebut dan menekankan bahwa negara-negara anggota G20 harus menjamin akses bagi masyarakat sipil untuk mengekspresikan keprihatinan mereka secara damai mengenai hak asasi manusia yang harus ditangani secara serius oleh pemerintah.
“Tindakan intimidasi terhadap aktivis damai ini merupakan upaya negara yang tidak dapat ditoleransi untuk membungkam opini yang sayangnya semakin umum terjadi di Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam sebuah pernyataan.
“Pemerintah Indonesia harus menahan diri untuk tidak menargetkan atau membiarkan segala bentuk penindasan yang dilakukan oleh aktor negara dan non-negara terhadap kritik damai, termasuk yang ditujukan terhadap G20. Langkah-langkah keamanan di sekitar KTT tidak boleh menjadi alasan untuk semakin mengurangi ruang sipil.”
Sebelum KTT, kantor imigrasi melaporkan telah mendeportasi seorang warga negara Jepang dari Jawa Timur setelah ia memasang spanduk protes di Banyuwangi pada 7 November. Pada tanggal 11 November, dua warga negara Tiongkok ditangkap di Jakarta karena diduga berupaya melakukan protes selama rangkaian acara G20.
“Polda Bali sebenarnya memiliki kebebasan demokrasi terbatas yang dijamin dalam konstitusi dan ini merupakan bentuk makar. KTT G20 menjadi forum anti kritik yang menutup ruang publik dan bukan kepentingan rakyat,” kata Arie Kurniawaty, aktivis Solidaritas Perempuan Indonesia.